IHSG Lanjutkan Reli Penguatan di Rabu Pagi, Hampir Tembus Level 7.000

Achmad Fauzi Suara.Com
Rabu, 07 Mei 2025 | 09:20 WIB
IHSG Lanjutkan Reli Penguatan di Rabu Pagi, Hampir Tembus Level 7.000
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (9/3).

Suara.com - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), terus merangkak naik hingga menuju level 7.000. Pada pembukaan Rabu 7 Mei 2025 IHSG menguat di level 6.925.

Mengutip data RTI Business, pada pukul 09.09 WIB, IHSG masih berada di zona hijau menuju level 6.943 atau naik 45,32 poin, secara presentase naik 0,66 persen.

Pada perdagangan waktu itu, sebanyak 2,67 miliar saham diperdagangkan dengan nilai transaksi sebesar Rp1,79 triliun, serta frekuensi sebanyak 144 ribukali.

Dalam perdagangan di waktu tersebut, sebanyak 253 saham bergerak naik, sedangkan 164 saham mengalami penurunan, dan 200 saham tidak mengalami pergerakan.

Di perdagangan hari ini, beberapa saham yang mengalami kenaikan sebagai penggerak IHSG diantaranya, OPMS, PMPP, HUMI, MPOW, DOID, HELI, OKAS, INDF, ADRO, DAAZ, ENRG, KETR.

Sementara, saham-saham yang alami jeblok pada perdagangan hari ini diantaranya, MEJA, INAI, SOFA, UNTR, KOKA, AMAG, TOBA, PJAA, ABMM, SMIL, JAWA, SMGA, MMIX.

Proyeksi Hari Ini

Pergerakan IHSG,Rabu 7 Mei 2025, diproyeksikan masih berpeluang melanjutkan penguatannya pada perdagangan hari ini, setelah ditutup naik 0,97 persen pada sesi sebelumnya.

Meski tekanan jual investor asing masih berlanjut dengan net sell sebesar Rp141 miliar, sentimen teknikal dinilai cukup mendukung potensi kenaikan indeks menuju level psikologis 7.000.

Baca Juga: Bursa Saham AS Tertekan Gegara Ulah Trump, IHSG Dibayangi Aksi Jual Asing

Fanny Suherman, Head of Retail Research BNI Sekuritas, menjelaskan bahwa IHSG saat ini sedang menguji resistance penting di kisaran 6.900. Apabila mampu menembus level tersebut, maka jalan menuju 7.000 terbuka lebar dalam waktu dekat.

"Selama IHSG mampu bertahan di atas support 6.870 dan menguat menembus 6.900, maka target jangka pendek di 7.000 sangat mungkin dicapai," ujar Fanny dalam laporan riset harian, Rabu (7/5/2025).

Ia juga menekankan bahwa penguatan IHSG kemarin terjadi di tengah tekanan pasar global, sehingga menunjukkan adanya daya tahan yang cukup kuat dari pasar domestik. Meski demikian, investor tetap disarankan berhati-hati mengingat kondisi eksternal masih bergejolak, khususnya terkait perkembangan terbaru dari negosiasi dagang Amerika Serikat.

Di sisi global, pasar saham Wall Street kembali mencatatkan pelemahan signifikan. Indeks Dow Jones Industrial Average turun 0,95 persen, S&P 500 melemah 0,77 persen, dan Nasdaq Composite merosot 0,87 persen pada perdagangan Selasa (6/5).

Pelemahan ini dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran pelaku pasar terhadap ketidakpastian arah kesepakatan dagang AS dengan sejumlah negara mitra utama.

Pernyataan Presiden AS Donald Trump dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Kanada Mark Carney yang menyebut bahwa

"Kita tidak harus menandatangani kesepakatan, menjadi sumber utama kekhawatiran," kata Trump.

Sikap Trump ini tampak bertolak belakang dengan pernyataan Menteri Keuangan Scott Bessent sehari sebelumnya, yang menyatakan bahwa AS sudah dekat dengan beberapa kesepakatan dan menargetkan penyelesaian mayoritas perjanjian pada akhir tahun.

Pasar Asia pun bergerak variatif di tengah libur bursa di beberapa negara seperti Jepang dan Korea Selatan. Indeks Hang Seng menguat 0,70 persen, sedangkan indeks Taiex Taiwan dan ASX 200 Australia masing-masing melemah 0,05 persen dan 0,08 persen.

Indeks manajer pembelian (PMI) jasa Caixin di China juga turun menjadi 50,7, menandakan pelemahan aktivitas sektor jasa di negara tersebut.

Kembali ke pasar domestik, aliran dana asing masih mencatatkan penjualan bersih, dengan saham-saham seperti ASII, CUAN, BBNI, BMRI, dan MBMA menjadi target utama penjualan asing.

Namun, Fanny menilai bahwa tekanan ini belum cukup untuk mengubah arah tren jangka pendek, mengingat beberapa sektor masih menunjukkan potensi penguatan.

“Sejumlah saham komoditas dan energi seperti BRMS, MDKA, MEDC, PTRO, serta emiten berbasis energi baru seperti BREN dan PGAS, menjadi pilihan menarik untuk perdagangan jangka pendek hari ini,” tambahnya.

Senada dengan Fanny, Pilarmas Investindo Sekuritas juga memproyeksikan IHSG menguat terbatas.

Secara teknikal, analis menilai bahwa pergerakan IHSG masih dalam tren konsolidasi, dengan potensi penguatan yang terbatas.

"IHSG berpotensi melanjutkan penguatan namun terbatas, dengan level support di 6.700 dan resistance di kisaran 6.980," tulis tim riset Pilarmas Investindo Sekuritas dalam laporan hariannya.

Sentimen positif di pasar domestik datang dari data ketenagakerjaan Indonesia yang menunjukkan perbaikan. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada kuartal I 2025 turun menjadi 4,76 persen, dibandingkan 4,82 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya. Angka ini merupakan yang terendah sejak krisis moneter 1997.

Layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (16/4/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (16/4/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

Seiring dengan itu, jumlah tenaga kerja meningkat 2,52 persen menjadi 145,77 juta orang, terutama di sektor perdagangan besar dan eceran, serta reparasi dan perawatan kendaraan bermotor.

Namun demikian, dari sisi makroekonomi, pertumbuhan ekonomi nasional justru mengalami pelemahan. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal I 2025 tumbuh 4,87 persen secara tahunan (YoY), turun dari 5,02 persen pada kuartal IV 2024.

Ini menjadi tingkat pertumbuhan terlemah sejak kuartal III tahun 2021. Pelemahan ini sebagian besar disebabkan oleh penurunan belanja pemerintah dan melambatnya permintaan global.

Kinerja ekspor Indonesia tercatat melambat menjadi 6,78 persen dari sebelumnya 7,63 persen, mencerminkan lemahnya permintaan dari negara mitra dagang utama. Sementara itu, pertumbuhan impor anjlok tajam menjadi 3,96 persen dari 10,36 persen, mencerminkan tekanan terhadap daya beli domestik.

Meski demikian, pemerintah tetap optimistis dengan menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen untuk tahun ini, dan antara 5,8 persen hingga 6,3 persen pada tahun 2026.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI