Ia ingin meyakinkan bahwa kebijakan ini adalah fondasi untuk pengelolaan investasi negara yang lebih terarah dan memberikan hasil yang optimal bagi perekonomian nasional.
Menurutnya, seluruh entitas ini resmi berada di bawah kendali Danantara sejak 21 Maret 2025. Tak lama setelah peresmian Super Holding BUMN itu dilakukan.
“Jadi itu ada anak, cucu, cicit, di bawahnya cicit lagi. Jadi kalau di total itu ada 844 perusahaan. Dan itu sudah resmi berada di milik Danantara sejak 21 Maret yang lalu ya. Jadi kami bisa melakukan konsolidasi dan kami sudah lakukan secara bertahap terhadap yang besar-besar yang punya dampak besar terhadap perekonomian,” ujarnya.
Rosan menegaskan, sejak diluncurkan secara resmi oleh Presiden Prabowo Subianto pada 24 Februari 2025, BPI Danantara bergerak cepat melakukan konsolidasi, terutama terhadap perusahaan-perusahaan besar yang berdampak signifikan pada perekonomian nasional.
“Sejak peluncuran, kami langsung bergerak cepat. Alhamdulillah, sekarang seluruh perusahaan tersebut, termasuk perusahaan besar, sudah menjadi bagian dari Danantara,” imbuhnya.
Kebijakan "tiga kunci" dari BPI Danantara ini menandai babak baru dalam pengelolaan aset negara. Dengan penundaan RUPS dan aksi korporasi strategis, BPI Danantara menunjukkan otoritasnya sebagai pemegang kendali investasi negara. Langkah ini diprediksi akan memberikan BPI Danantara waktu dan ruang untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi dan potensi setiap BUMN sebelum mengambil keputusan strategis lebih lanjut.
Kewajiban penyusunan laporan berkala juga menjadi langkah maju dalam hal transparansi dan akuntabilitas. Dengan adanya laporan yang terstruktur dan periodik, BPI Danantara akan memiliki data yang komprehensif untuk memantau kinerja investasi, mengidentifikasi potensi risiko, dan mengambil tindakan korektif jika diperlukan.