Suara.com - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali menyampaikan tuntutan keras kepada PT PLN (Persero) terkait dampak pemadaman listrik total yang melanda seluruh Bali pada Jumat (2/5) lalu. Dewan mendesak agar PLN memberikan kompensasi yang setimpal kepada masyarakat, terutama para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang mengalami kerugian signifikan akibat insiden tersebut.
Ketua Komisi II DPRD Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih, dalam rapat dengar pendapat dengan pihak PLN di Denpasar pada Senin (19/5/2025), menyampaikan kekecewaannya atas respons PLN yang dinilai kurang konkret.
“Harapan saya dari PLN ada bentuk ganti rugi terhadap masyarakat Bali, bagaimana pun kebijakannya tidak bisa selesai dengan hanya meminta maaf,” tegas Agung Bagus, dikutip via Antara.
Dalam rapat tersebut, Agung Bagus menjabarkan berbagai laporan kerugian yang diterima DPRD Bali selama pemadaman listrik yang berlangsung lebih dari 10 jam tersebut. Sektor pariwisata dan UMKM menjadi yang paling merasakan dampaknya.
“UMKM ini lebih terdampak daripada usaha-usaha menengah atas karena mereka tidak punya genset. Warung-warung terpaksa tutup, aktivitas rumah tangga juga terganggu. Yang memiliki genset hanya kalangan menengah ke atas,” ujarnya prihatin.
Lebih lanjut, Agung Bagus menyoroti bahwa insiden mati listrik tersebut terjadi bertepatan dengan hari Penampahan Hari Raya Kuningan, sebuah momen penting bagi umat Hindu di Bali yang harus menyelesaikan berbagai perlengkapan persembahyangan untuk keesokan harinya. Pemadaman listrik menyebabkan aktivitas persiapan terhambat, menambah kesulitan bagi masyarakat.
Kondisi jalanan juga menjadi kacau akibat lampu lalu lintas yang tidak berfungsi, menimbulkan kemacetan dan kerugian bagi masyarakat yang dinilai sebagai bagian dari kerugian negara. Bahkan, dampak mati listrik juga meluas ke hobi sebagian besar masyarakat Bali, seperti memelihara ikan koi, yang berujung pada kematian ikan dan kerugian jutaan rupiah.
“Kejadian mati listrik juga terjadi di awal bulan, di mana rata-rata masyarakat baru saja berbelanja bulanan di pasar atau supermarket. Akibatnya, bahan makanan di kulkas menjadi basi. Mungkin bagi sebagian orang bisa membeli lagi, tapi bagaimana dengan masyarakat menengah ke bawah?” tanya Agung Bagus, menekankan dampak sosial-ekonomi yang luas akibat pemadaman listrik.
Oleh karena itu, DPRD Bali dengan tegas meminta PLN untuk menggantikan kerugian yang dialami masyarakat saat itu, mengingat kesetiaan masyarakat Bali yang selama ini hanya mengandalkan pasokan listrik utama dari PLN.
Baca Juga: BRI Liga 1: Madura United Terhindar dari Degradasi, Bali United Gigit Jari
Senada dengan itu, Ketua Komisi III DPRD Bali, Nyoman Suyasa, menambahkan bahwa insiden mati listrik ini seharusnya menjadi momentum untuk mendorong kemandirian energi di Bali. “Ini sudah menjadi rencana selama 5 tahun terakhir tentang kemandirian energi di Bali, namun belum bisa berjalan. Sekarang, setelah terjadi blackout, baru ada pemikiran lagi, baru menyadari bahwa Bali itu harus mandiri di bidang energi,” ujarnya.
Suyasa mendesak PLN dan Pemerintah Provinsi Bali untuk segera mengoptimalkan potensi energi terbarukan yang dimiliki Pulau Dewata, salah satunya adalah pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) secara masif. Langkah ini dinilai sebagai solusi jangka panjang untuk menghindari ketergantungan pada satu sumber energi dan meminimalisir risiko pemadaman listrik di masa depan.
Menanggapi permintaan DPRD Bali, Senior Manager Distribusi PLN UID Bali, I Putu Eka Astawa, memastikan bahwa pihaknya akan memberikan kompensasi atas kejadian mati listrik tersebut. “Sebetulnya bahasanya itu bukan ganti rugi, tapi kompensasi. Apakah nanti akan dua kali (lebih murah) dari biaya beban atau tiga kali, itu nanti ada mekanismenya melalui tagihan yang akan dibayarkan oleh pelanggan,” jelas Putu Eka.
Mengenai waktu pemberian kompensasi, PLN menyatakan akan berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk menyesuaikan data pelanggan yang terdampak pemadaman beserta durasi padamnya. “Nanti akan kita eksekusi secara langsung, biasanya 1 atau 2 bulan setelah kejadian. Jadi, bukan diskon, tapi kompensasi yang akan tercantum di tagihan listrik pelanggan,” kata Putu Eka.
Janji kompensasi dari PLN ini diharapkan dapat sedikit meringankan beban kerugian yang dialami masyarakat Bali. Namun, desakan DPRD Bali agar PLN dan Pemprov Bali segera merealisasikan kemandirian energi di Pulau Dewata menjadi catatan penting untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan dan memastikan ketersediaan energi yang stabil dan andal bagi masyarakat Bali.