Suara.com - Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus untuk ke-60 kalinya secara beruntun pada April 2025, mencapai USD 0,16 miliar.
Angka ini memperpanjang rekor surplus sejak Mei 2020, namun sekaligus menjadi surplus terendah dalam lima tahun terakhir.
Kondisi ini memicu kekhawatiran mengenai kualitas surplus yang terus menurun.
Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, dalam konferensi pers di kantornya hari ini, mengakui bahwa meskipun surplus, angka April 2025 merupakan yang terendah sejak Mei 2020.
"Kalau kita lihat memang terendah sejak Mei 2020," ungkap Pudji dalam konferensi pers di Kantornya, Senin (2/6/2025).
Total nilai ekspor Indonesia pada April 2025 mencapai US$ 20,74 miliar, naik tipis 5,76% secara tahunan (yoy). Namun, angka ini lebih rendah dibandingkan Maret 2025 yang mencapai US$ 23,35 miliar.
Ekspor non-migas menjadi tulang punggung pertumbuhan, naik 7,17% menjadi US$ 19,57 miliar.
Peningkatan ini didorong oleh kenaikan signifikan pada komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, yang melonjak 59,67% dengan andil 3,01%.
Sektor industri pengolahan juga menunjukkan kinerja impresif dengan kenaikan 13,93% dan andil 9,94% dalam ekspor non-migas.
Baca Juga: Neraca Perdagangan RI Untung Selama 5 Tahun
Sebaliknya, ekspor migas mengalami penurunan 13,38% menjadi US$ 1,17 miliar, terutama akibat anjloknya ekspor gas.
Di sisi lain, nilai impor melonjak signifikan mencapai US$ 20,59 miliar, naik 21,84% (yoy) dibandingkan April 2024.
Impor non-migas menjadi pendorong utama dengan kenaikan 29,86% menjadi US$ 18,07 miliar. Peningkatan impor non-migas ini menyumbang 24,59% terhadap total impor tahunan.
Secara rinci, impor barang konsumsi naik 18,46%, sementara impor bahan baku penolong yang menyumbang 72,73% dari total impor, juga mengalami kenaikan 18,93% dengan andil sebesar 14,10%.
Lonjakan impor bahan baku penolong ini bisa menjadi indikasi positif bagi aktivitas manufaktur domestik, namun juga berkontribusi pada menipisnya selisih surplus perdagangan.
Neraca perdagangan merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang sangat penting untuk mengukur kinerja perdagangan internasional suatu negara.
Secara sederhana, neraca perdagangan mencatat selisih antara nilai ekspor dan impor suatu negara dalam periode waktu tertentu, biasanya bulanan atau tahunan.
Jika nilai ekspor lebih besar dari nilai impor, negara tersebut mengalami surplus perdagangan. Surplus menunjukkan bahwa negara tersebut lebih banyak menjual produk dan jasa ke luar negeri daripada membeli dari negara lain.
Surplus perdagangan sering kali dianggap positif karena dapat meningkatkan pendapatan nasional, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat nilai tukar mata uang.
Sebaliknya, jika nilai impor lebih besar dari nilai ekspor, negara tersebut mengalami defisit perdagangan.
Defisit mengindikasikan bahwa negara tersebut lebih banyak membeli produk dan jasa dari luar negeri daripada menjual.
Defisit perdagangan sering kali dianggap negatif karena dapat mengurangi pendapatan nasional, berpotensi menyebabkan hilangnya lapangan kerja di sektor domestik, dan melemahkan nilai tukar mata uang.
Neraca perdagangan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti nilai tukar mata uang, pertumbuhan ekonomi global, kebijakan perdagangan, dan daya saing produk suatu negara.
Perubahan dalam salah satu faktor ini dapat memengaruhi neraca perdagangan secara signifikan. Pemerintah sering kali berupaya untuk memengaruhi neraca perdagangan melalui berbagai kebijakan, seperti promosi ekspor, pembatasan impor, atau devaluasi mata uang.
Namun, efektivitas kebijakan ini dapat bervariasi tergantung pada kondisi ekonomi global dan respons dari negara-negara mitra dagang.
Neraca perdagangan tidak boleh dilihat sebagai satu-satunya indikator keberhasilan ekonomi suatu negara. Meskipun surplus perdagangan sering kali dianggap positif, defisit perdagangan tidak selalu berarti buruk.
Dalam beberapa kasus, defisit perdagangan dapat mencerminkan investasi asing yang tinggi atau impor barang modal yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Oleh karena itu, penting untuk menganalisis neraca perdagangan bersama dengan indikator ekonomi lainnya untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif tentang kesehatan ekonomi suatu negara.