Alasan Eks Menteri Sebut DJP 'Berburu Pajak di Kebun Binatang': Masalah Administrasi Serius

M Nurhadi Suara.Com
Sabtu, 20 September 2025 | 07:10 WIB
Alasan Eks Menteri Sebut DJP 'Berburu Pajak di Kebun Binatang': Masalah Administrasi Serius
Mantan Menteri Perdagangan Indonesia di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Mari Elka Pangestu. (Suara.com/Yosea Arga)
Baca 10 detik
  • Mari Elka Pangestu, Wakil Ketua DEN, mengkritik DJP karena dinilai hanya berfokus pada revenue dan memungut pajak dari wajib pajak yang itu-itu saja, sehingga rasio pajak Indonesia rendah.

  • DJP membantah kritik tersebut dan menegaskan bahwa mereka menerapkan strategi seimbang antara ekstensifikasi (memperluas basis pajak baru) dan intensifikasi (memetakan risiko kepatuhan wajib pajak eksisting).

  • Mari Elka Pangestu memiliki latar belakang sebagai ekonom dan mantan menteri di era Presiden SBY, serta pernah menjabat sebagai Direktur Pelaksana di Bank Dunia.

Suara.com - Profil Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu viral setelah mengkritik cara pemungutan pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) seperti “berburu di kebun binatang.”

Menurut dia, DJP selama ini lebih berfokus pada besaran penerimaan atau revenue alih-alih meningkatkan kepatuhan para wajib pajak. DJP, disebut Mari hanya memungut pajak dari orang yang sama dan akan membayar lebih banyak.

Ia juga menggarisbawahi penurunan rasio pajak Indonesia yang hanya 8,4 persen dari PDB pada semester I 2025, jauh di bawah rata-rata Asia Tenggara yang mencapai 16 persen.

Menurutnya, ada masalah struktural dalam administrasi perpajakan yang perlu segera diperbaiki.

Suara sumbang lain muncul dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) dalam laporan bertajuk Dengan Hormat, Pejabat Negara: Jangan Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang.

Namun, DJP telah membantah pernyataan Mari tersebut. Dalam rilisnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan strategi pemungutan pajak di Indonesia tidak hanya mengandalkan wajib pajak eksisting, tetapi juga diarahkan untuk memperluas basis pajak di masa depan.

Pernyataan ini disampaikan menyusul kritik sejumlah pihak yang menilai kebijakan pajak nasional masih berorientasi semata pada penerimaan negara.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menuturkan pihaknya terus mengedepankan keseimbangan antara ekstensifikasi dan intensifikasi.

Ekstensifikasi dilakukan melalui pemanfaatan data pihak ketiga, peningkatan literasi, serta inklusi perpajakan yang menyasar calon wajib pajak baru. Sementara intensifikasi ditempuh lewat penerapan Compliance Risk Management (CRM).

Baca Juga: Kabar Gembira untuk UMKM! Pajak Final 0,5 Persen Diperpanjang Hingga 2029, Beban Usaha Makin Ringan!

“Sejak 2019, CRM digunakan untuk memetakan wajib pajak berdasarkan risiko ketidakpatuhan dan dampak fiskalnya. Dari pemetaan itu, wajib pajak dibagi ke dalam sembilan kuadran untuk menentukan perlakuan yang tepat,” jelas Rosmauli, Kamis (18/9/2025).

Menurutnya, wajib pajak yang patuh dengan kontribusi fiskal rendah hanya perlu mendapatkan pelayanan dan edukasi. Sebaliknya, bagi yang berisiko tinggi dan berdampak besar, DJP menyiapkan langkah penegakan hukum.

Profil Mari Elka Pangestu

Mari Elka Pangestu merupakan Utusan Khusus Presiden Bidang Perdagangan Internasional dan Kerja Sama Multilateral.

Jabatan utusan khusus ini diatur lewat Peraturan Presiden Nomor 137 Tahun 2024. Mari melaksanakan tugas khusus di bidang perdagangan yang diberikan langsung oleh Presiden.

Namun di luar tugas-tugas yang sudah dicakup dalam susunan organisasi kementerian dan instansi pemerintah lainnya. Penunjukan Mari Elka didasarkan atas latar belakang dan pengalamannya sebagai ekonom, ahli moneter, dan dosen.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI