Suara.com - Setelah fase efisiensi ketat, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya mulai membuka blokir anggaran besar-besaran untuk 99 Kementerian/Lembaga (KL).
Hingga saat ini, total dana yang kembali mengalir ke KL telah mencapai angka fantastis Rp129 triliun. Langkah strategis ini diharapkan mampu menjadi stimulus kuat untuk memacu roda ekonomi dan mendukung program-program prioritas Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Pembukaan blokir anggaran ini menyusul upaya efisiensi yang masif yang sebelumnya diinstruksikan oleh pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025. Inpres tersebut secara spesifik mengatur efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2025.
"Kalau lihat tambahannya sudah mencapai ekonomi Rp129 triliun sampai dengan saat ini," ujar Direktur Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, dalam Konferensi Pers APBN KiTa Edisi Juni 2025 yang digelar di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Luky Alfirman menjelaskan bahwa penyaluran anggaran yang sebelumnya dicadangkan ini memiliki prioritas khusus. Dana tersebut terutama dialokasikan untuk mendukung operasional KL yang baru terbentuk di Kabinet Merah Putih, termasuk juga bagi KL yang merupakan hasil restrukturisasi. Ini menjadi langkah antisipasi untuk memastikan KL-KL baru dapat segera berjalan efektif dan efisien.
Secara spesifik, dana yang dibuka blokirnya ini akan mendukung berbagai kebutuhan esensial, mulai dari belanja pegawai hingga belanja operasional KL terkait. Dengan demikian, roda birokrasi dapat berjalan lancar dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Tidak hanya itu, pembukaan blokir anggaran ini juga memiliki tujuan besar untuk mendukung program-program prioritas pemerintah. Luky memberikan beberapa contoh sektor yang akan merasakan dampak positif dari kucuran dana ini.
"Contohnya untuk pendidikan, untuk pertanian, cetak sawah misalnya, untuk pendidikan dan infrastruktur. Itu pun kita mendukung sesuai juga dengan tadi arah Presiden prioritas dari pemerintah," ujarnya.
Pemerintahan Prabowo Subianto sebelumnya memang mengambil kebijakan "pengereman" anggaran untuk memastikan APBN tetap sehat dan mampu menghadapi berbagai tantangan ekonomi. Dengan telah dilakukannya efisiensi di berbagai pos belanja yang dinilai kurang prioritas atau kurang efektif, kini Kemenkeu memiliki fleksibilitas untuk kembali mengalokasikan dana ke sektor-sektor yang paling membutuhkan.
Baca Juga: Imbas Polemik 4 Pulau Milik Aceh, Komisi II DPR Siap Ubah Semua UU Terkait Provinsi hingga Kota
Pembukaan blokir ini diharapkan dapat memberikan dorongan signifikan bagi perekonomian nasional. Dengan mengalirnya kembali dana ke KL dan program-program prioritas, pergerakan ekonomi akan semakin aktif, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong investasi. Ini juga menjadi sinyal positif bagi pelaku usaha dan masyarakat bahwa pemerintah serius dalam menjalankan program-programnya.
Diketahui Prabowo mengeluarkan Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Inpres tersebut diteken oleh Prabowo pada 22 Januari 2025.
Dalam instruksi tersebut, Prabowo meminta jajarannya untuk melakukan efisiensi atas anggaran belanja negara tahun anggaran 2025 sebesar Rp306,6 triliun yang terdiri atas efisiensi anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp256,1 triliun, dan efisiensi anggaran transfer ke daerah sebesar Rp50,5 triliun.
Kemudian Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan surat S-37/MK.02/2025 yang mengatur efisiensi belanja K/L untuk tahun anggaran 2025. Dalam lampiran II surat tersebut, tercantum 16 item belanja yang perlu dipangkas anggarannya dengan persentase yang bervariasi, mulai dari 10 persen hingga 90 persen. Rinciannya, efisiensi anggaran pos belanja alat tulis kantor (ATK) sebesar 90 persen; kegiatan seremonial 56,9 persen; rapat, seminar, dan sejenisnya 45 persen; kajian dan analisis 51,5 persen; diklat dan bimtek 29 persen; serta honor output kegiatan dan jasa profesi 40 persen.
Kemudian, percetakan dan suvenir 75,9 persen; sewa gedung, kendaraan, peralatan 73,3 persen; lisensi aplikasi 21,6 persen; jasa konsultan 45,7 persen; bantuan pemerintah 16,7 persen; pemeliharaan dan perawatan 10,2 persen; perjalanan dinas 53,9 persen; peralatan dan mesin 28 persen; infrastruktur 34,3 persen; serta belanja lainnya 59,1 persen.