Suara.com - Harga minyak dunia melonjak sekitar 3 persen pada perdagangan Kamis, 19 Juni 2025, seiring meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Kenaikan ini terjadi setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memerintahkan militer Israel untuk mengintensifkan serangan terhadap Iran, dan investor mencermati potensi keterlibatan lebih lanjut dari Amerika Serikat dalam konflik tersebut.
Seperti dinukil dari CNBC, Jumat, 20 Juni 2025, harga minyak mentah Brent, yang menjadi acuan global, naik USD 2,15 atau 2,8 persn dan ditutup pada level USD 78,85 per barel. Ini merupakan penutupan tertinggi sejak 22 Januari 2025.
Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) milik AS sempat melonjak hingga 3,2 persen ke level tertinggi sesi pada USD 77,58 per barel.

Lonjakan harga terjadi di tengah meningkatnya eskalasi militer antara Israel dan Iran. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, melalui sebuah unggahan di media sosial menyatakan bahwa Netanyahu telah memerintahkan pasukan pertahanan Israel untuk meningkatkan serangan terhadap "target strategis" di Iran serta "target pemerintah" di ibu kota Teheran.
"Tujuan dari serangan itu adalah untuk ‘melemahkan rezim ayatollah’," kata Katz.
Langkah agresif Israel ini muncul menyusul laporan bahwa rudal Iran telah menghantam sebuah rumah sakit besar di kota Beersheba, wilayah selatan Israel. Menyusul serangan tersebut, Katz secara terbuka mengancam Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
Katz menyatakan bahwa militer Israel telah menerima instruksi tegas terkait target operasi mereka. "Militer Israel telah diberi instruksi dan tahu bahwa untuk mencapai semua tujuannya, orang ini sama sekali tidak boleh terus ada," kata Katz.
Di tengah memanasnya situasi, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih mempertimbangkan apakah akan menginstruksikan serangan militer terhadap program nuklir Iran.
Baca Juga: Perang Iran-Israel Bikin Emas Jadi Primadona? Ini Kata Ahli dan Pilihan Investasi Lainnya
Dalam pernyataannya kepada wartawan pada Rabu lalu, Trump mengatakan, “Saya mungkin melakukannya, saya mungkin tidak melakukannya, maksud saya tidak seorang pun tahu apa yang akan saya lakukan.”
Gedung Putih menambahkan pada Kamis bahwa Presiden Trump akan membuat keputusan terkait kemungkinan serangan ke Iran dalam dua minggu mendatang.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di pasar energi global. JPMorgan memperingatkan bahwa setiap potensi perubahan rezim di Iran salah satu produsen minyak utama anggota OPEC dapat berdampak besar terhadap harga minyak global.
"Jika sejarah dapat dijadikan acuan, ketidakstabilan lebih lanjut di Iran dapat menyebabkan harga minyak naik secara signifikan dalam jangka waktu yang panjang," kata Natasha Kaneva, Kepala Riset Komoditas Global di JPMorgan.
Menurut Kaneva, gangguan pasokan dari Iran yang disebabkan oleh perubahan rezim akan sulit dipulihkan dalam waktu singkat.
"Hilangnya pasokan akibat perubahan rezim menjadi tantangan untuk segera pulih, yang selanjutnya mendukung kenaikan harga," ujar Kaneva.