Pengamat Imbau Raperda KTR DKI Jakarta untuk Dikaji Ulang

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 27 Juni 2025 | 11:38 WIB
Pengamat Imbau Raperda KTR DKI Jakarta untuk Dikaji Ulang
Ilustrasi Rokok (Pixabay/svklimkin)

Suara.com - Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum (Pushati FH) Universitas Trisakti menilai ada 11 catatan permasalahan dalam Naskah Akademik dan 10 catatan permasalahan atas Naskah Rancangan Peraturan Daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR) DKI Jakarta.

Ali Rido, Ketua Pushati FH Trisakti menyebutkan penyusunan Naskah Akademik (NA) dan Naskah Ranperda KTR terkesan terburu-buru sehingga menegasikan muatan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

“Terlihat dari banyaknya narasi yang kontradiktif. Di dalam Bab II Naskah Akademik misalnya, memuat konsep dalam Framework Convention on Tobacco Control (FCTC/Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau), padahal Indonesia tidak meratifikasi FCTC. Sesuai dengan konsepsi undang-undang, tidak seharusnya kita mengikuti ketentuan FCTC,” papar Ali Rido, Jumat (27/6/2025).

Tak sampai di situ, Rido melanjutkan, di dalam Bab IV Naskah Akademik Ranperda KTR, masih mencantumkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan sebagai landasan peraturan.

Padahal, kedua peraturan ini secara otomatis sudah tidak berlaku atau dicabut dengan adanya peraturan perundang-undangan yang terbaru.

“Apakah ini faktor kesengajaan atau keterburu-buruan, mengingat di halaman sebelumnya sudah diganti,” ujarnya.

Sementara itu, dari aspek catatan Naskah Ranperda KTR itu sendiri, Ali menyoroti terkait larangan total iklan, promosi, dan sponsorsip rokok.

Ia menegaskan bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 6/PUU-VII/2009 bahwa iklan, promosi, dan sponsorship rokok masih diperbolehkan.

“Domain pengaturan iklan, promosi, dan sponsorship rokok adalah diatur dalam undang-undang. Seperti kita ketahui bersama dalam UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, tidak mengatur secara eksesif iklan, promosi dan sponsorship. Mengapa Ranperda KTR DKI Jakarta ini sangat kontradiktif?” lanjutnya.

Baca Juga: Buruh Rokok Mau Surati Prabowo Imbas Kebijakan Pemerintah yang Ancam IHT

Atas analisis tersebut, Ali Rido menyarankan bahwa Ranperda KTR DKI Jakarta harus direformulasi atau sekaligus ditangguhkan.

Ia merekomendasikan agar pembahasan Ranperda KTR ini dilakukan secara objektif dan mempertimbangkan aspek aturan lainnya.

“Berdasarkan analisis dan catatan tadi, saya harap ada proses penundaan sementara. Sembari menyusun Naskah Akademik yang komprehensif dan agar konstruksi penyusunan Ranperda KTR sesuai dengan aturan di atasnya, termasuk berlandaskan putusan MK,” tegasnya.

Sejalan dengan Ali Ridho, Anggota Panitia Khusus (Pansus) Ranperda KTR DKI Jakarta, Rio Sambodo juga secara khusus mengingatkan dalam forum RDPU untuk memperhatikan Putusan MK atas Perkara Nomor 57 Tahun 2011.

Bahwa DPRD harus secara proporsional dan seimbang dengan mengakomodasi kepentingan bagi perokok dan bagi masyarakat lain yang tidak merokok melalui keberadaan kawasan bebas rokok dan kawasan boleh merokok.

Rio menuturkan bahwa pengaturan mengenai kawasan tanpa rokok juga tidak bisa terlepas dari berbagai dimensi kehidupan, yaitu ekonomi, sosial, dan budaya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI