Suara.com - Biaya logistik yang masih mencekik perekonomian Indonesia menjadi sorotan utama pemerintah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan komitmen untuk menurunkan biaya logistik nasional dari 14,29 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 8 persen pada tahun 2030.
Target ambisius ini memajukan jadwal yang sebelumnya diproyeksikan pada 2045, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengatasi "borok" logistik Indonesia yang selama ini menghambat daya saing.
Airlangga menyoroti bahwa banyak negara di Asia Tenggara telah berhasil mencapai biaya logistik dalam satu digit. "Berbagai negara lain di ASEAN itu hampir seluruhnya single digit. Jadi kita masih ada nilai yang harus kita turunkan," ujar Airlangga dalam konferensi pers peluncuran ALFI CONVEX 2025 di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Pemerintah tengah mempersiapkan serangkaian langkah strategis untuk mempercepat penurunan ini. Airlangga berharap pada November mendatang, rencana komprehensif, termasuk deregulasi sektor logistik, sudah dapat dipersiapkan. Langkah ini diharapkan mampu membawa biaya logistik Indonesia menyentuh angka satu digit yang lebih kompetitif.
Di tempat yang sama, Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Akbar Djohan, mengungkapkan salah satu ganjalan utama dalam menekan biaya logistik adalah tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa pengurusan transportasi atau freight forwarding. Menurut Akbar, praktik pengenaan PPN ini tidak lazim ditemukan di negara lain.
"Pajak freight cost ini juga membebani karena praktik-praktik di luar negeri ini tidak ditemukan. PPN untuk freight," terang Akbar.
Dampak dari PPN freight forwarding ini sangat signifikan. Akbar menjelaskan bahwa pajak ini mengurangi kompetensi dan daya saing ekspor serta produk Indonesia. Pengusaha logistik di Indonesia kesulitan untuk membebankan biaya freight forwarding ini kepada pembeli dari luar negeri karena mayoritas negara mitra dagang tidak memiliki pajak serupa.
"Kita nggak bisa charge ke buyer karena di luar negeri tidak eksis itu. Tidak ada pengenaan-pengenaan pajak karena rata-rata di luar negeri itu mendorong ekspornya," tegas Akbar.
Baca Juga: PMI Manufaktur RI Anjlok, Menko Airlangga: Industriawan Lagi Pesimistis!
Dengan demikian, upaya pemerintah untuk menekan biaya logistik nasional hingga satu digit pada 2030 akan sangat bergantung pada efektivitas deregulasi yang direncanakan, serta kemampuan untuk meninjau kembali kebijakan pajak yang dianggap membebani sektor logistik dan mengurangi daya saing ekspor Indonesia.