Wujudkan Pariwisata Hijau, Hotel Meruorah Labuan Bajo Gunakan SWRO untuk Penuhi Kebutuhan Air Bersih

Kamis, 10 Juli 2025 | 21:06 WIB
Wujudkan Pariwisata Hijau, Hotel Meruorah Labuan Bajo Gunakan SWRO untuk Penuhi Kebutuhan Air Bersih
Hotel Meruorah Labuan Bajo. (Dok: Instagram/meruorahlabuanbajo/)

Suara.com - Labuan Bajo, sebagai salah satu Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) di Indonesia, terus menunjukkan transformasi besar dalam mendukung keberlanjutan pariwisata melalui inovasi teknologi dan pengelolaan sumber daya alam. Salah satu langkah nyata ditunjukkan oleh Hotel Meruorah Labuan Bajo, yang kini telah memanfaatkan teknologi seawater reverse osmosis (SWRO) untuk mengatasi kebutuhan air bersih di kawasan tersebut.

Teknologi SWRO merupakan sistem pengolahan air laut menjadi air tawar yang dinilai ramah lingkungan dan mampu menyediakan pasokan air bersih secara mandiri. Kehadiran fasilitas ini menjadi jawaban atas tantangan klasik di wilayah pesisir timur Indonesia yang selama ini menghadapi keterbatasan akses air bersih.

Hotel Meruorah, yang dikembangkan melalui skema pembiayaan Penugasan Khusus Ekspor (PKE) dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), kini menjadi pelopor pemanfaatan teknologi SWRO di sektor pariwisata nasional. Teknologi ini tidak hanya menjamin ketersediaan air bersih bagi operasional hotel, tetapi juga memperkuat peran kawasan Marina Labuan Bajo sebagai pusat aktivitas wisata bahari yang berkelanjutan.

“Air laut diolah menjadi air tawar melalui teknologi SWRO. Inilah contoh bisnis yang sustain dan sangat relevan, karena setiap insan, setiap hari, membutuhkan air bersih,” ujar Direktur Utama PT Indonesia Ferry Properti, Ferry Snyders, dalam sesi Media Briefing yang digelar di Hotel Meruorah pada Kamis (10/7/2025).

Ferry menjelaskan, fasilitas SWRO di Hotel Meruorah memiliki kapasitas produksi mencapai 200 ton air tawar per hari. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 75 ton yang digunakan untuk kebutuhan operasional hotel, seperti air minum, sanitasi, dan layanan bagi tamu hotel. Sisa produksi sebanyak 125 ton kemudian dijual kepada kapal-kapal wisata yang bersandar di Marina Labuan Bajo, terutama kapal pesiar dan kapal wisata liveaboard yang membutuhkan suplai air bersih untuk pelayaran mereka.

“Dengan cara ini, Hotel Meruorah tidak hanya mandiri dalam memenuhi kebutuhan air bersihnya, tetapi juga memberikan kontribusi langsung terhadap ekosistem bisnis di sekitar marina. Kapal-kapal wisata yang beroperasi di perairan Labuan Bajo kini memiliki sumber air tawar yang lebih mudah diakses dan berkualitas,” tambah Ferry.

Langkah inovatif ini menjadi bagian integral dari proyek pengembangan kawasan Marina Labuan Bajo yang memiliki nilai investasi lebih dari Rp1 triliun. Proyek ini dibiayai melalui skema sindikasi antara pemerintah, perbankan, dan LPEI. Dari total nilai investasi tersebut, LPEI mengalokasikan pembiayaan sebesar Rp500 miliar melalui Program PKE. Dana ini digunakan untuk membiayai pembangunan Hotel Meruorah, area komersial, marina, serta berbagai fasilitas pendukung lainnya yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan Labuan Bajo.

Plt. Direktur Pelaksana Pengembangan Bisnis LPEI, Maqin U. Norhadi, menyampaikan bahwa proyek ini memiliki dampak pembangunan yang sangat luas. “Kawasan Marina Labuan Bajo memiliki potensi dampak ekonomi yang luar biasa besar. Selain memberikan kontribusi terhadap peningkatan devisa negara melalui kedatangan wisatawan mancanegara, kawasan ini juga memicu efek berganda (*multiplier effect*) bagi industri pendukung lainnya, seperti transportasi, kuliner, kriya lokal, hingga penginapan,” ungkap Maqin.

Lebih jauh, Maqin menekankan bahwa keberadaan teknologi SWRO sejalan dengan komitmen LPEI untuk mendukung praktik pembangunan berkelanjutan yang berorientasi pada prinsip-prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG). Penerapan teknologi ramah lingkungan ini menjadi bukti bahwa investasi di sektor ekspor tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memastikan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar.

Baca Juga: Bimo Wijayanto dan Letjen Djaka Bantu Sri Mulyani, Benahi Pajak Hingga Amankan Program Nasional?

“Hotel Meruorah dengan teknologi SWRO-nya kini menjadi contoh konkret bagaimana sebuah investasi berbasis ekspor dapat bertransformasi menjadi motor penggerak pembangunan berkelanjutan. Hal ini mencerminkan sinergi antara inovasi teknologi, pelestarian lingkungan, serta penguatan daya saing pariwisata nasional di mata dunia,” jelas Maqin.

Selain itu, keberadaan fasilitas SWRO juga menjadi nilai tambah bagi Labuan Bajo sebagai destinasi wisata premium. Wisatawan yang datang, terutama wisatawan mancanegara, semakin percaya terhadap kualitas layanan dan kelengkapan infrastruktur yang ditawarkan di kawasan ini. Data terbaru dari Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) bahkan menunjukkan peningkatan signifikan kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo dari 179 ribu orang pada 2021 menjadi 411 ribu orang pada 2024.

Dengan pertumbuhan wisatawan yang pesat, kebutuhan akan infrastruktur dasar seperti air bersih, energi, dan sanitasi menjadi semakin penting. Kehadiran teknologi SWRO menjadi langkah strategis yang tidak hanya menjawab kebutuhan saat ini tetapi juga menjadi fondasi bagi pengembangan pariwisata yang berkelanjutan ke depan.

Di sisi lain, PT Indonesia Ferry Properti (IFPRO) sebagai pengelola Hotel Meruorah juga telah menyiapkan rencana pengembangan lanjutan untuk periode 2025–2026. Proyek tersebut mencakup pembangunan tahap kedua area komersial, Hotel Mid-Tier untuk segmen wisatawan menengah, serta Social Club sebagai pusat interaksi sosial dan hiburan. Dari ketiga proyek itu, Social Club direncanakan mulai beroperasi pada akhir 2026, sementara Hotel Mid-Tier diproyeksikan akan tetap dalam tahap konstruksi hingga penghujung 2026.

Langkah-langkah ini semakin memperkuat posisi Marina Labuan Bajo sebagai episentrum pariwisata super prioritas yang mengedepankan konsep ekonomi hijau (green economy) dan pembangunan inklusif. ***

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI