Suara.com - PERBANAS menyoroti dampaknya terhadap perlambatan permintaan barang dan jasa bernilai tambah tinggi. Kondisi ini semakin memperlemah kinerja berbagai sektor, serta menghambat penciptaan tenaga kerja.
Chief Economist PERBANAS Dzulfian mengatakan hasil kajian Office of Chief Economist (OCE) PERBANAS dengan menggunakan data SUSENAS 2024, menunjukkan bahwa pelemahan daya beli terjadi di Kalangan Menengah Atas atau 30% orang terkaya di Indonesia. Lantaran, daya beli orang kaya menurun yang membuat ekonomi Indonesia bisa lesu.
“Kelompok masyarakat ini menguasai lebih dari separuh konsumsi nasional, sehingga ketika terjadi pelemahan oleh mereka maka konsumsi agregat juga pasti ikut turun, ini lah yang sedang terjadi semenjak 2024 hingga saat ini,” ujarnya di Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Sementara itu, konsumsi Kelas Menengah Bawah, meski kecenderungannya tetap terjaga. Namun, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi terbatas karena rendahnya efek pengganda yang
mereka timbulkan. Untuk itu, PERBANAS merekomendasikan stabilisasi ekspektasi ekonomi masyarakat melalui kejelasan arah fiskal-moneter dan suku bunga yang kredibel.
"Selain itu, perlu didorong juga dengan integrasi data pengeluaran, utang, dan tabungan masyarakat ke sistem statistik nasional. Selain itu, bantuan pemerintah sebaiknya ditautkan dengan program produktif dan disertai pemantauan guna mendorong mobilitas ekonomi kelas bawah dan menguatkan," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum PERBANAS Hery Gunardi, menyampaikan bahwa ketahanan sektor perbankan sangat tergantung pada kemampuan membaca perubahan struktural dan merespons kebijakan dan dinamika ekonomi secara adaptif serta berbasis data.
"PERBANAS siap untuk memperkuat perannya sebagai katalisator transformasi ekonomi melalui fokus pada sektor bernilai tambah, inovasi dalam penghimpunan likuiditas, serta penyelarasan strategi bisnis dengan kebijakan moneter dan fiskal," katanya.
Dia menambahkan pendekatan yang adaptif, selektif, dan kolaboratif harus menjadi landasan utama. Sektor strategis dan esensial seperti pertanian, manufaktur, energi, dan infokom berpotensi besar. Namun, dukungan terhadap konsumsi dan UMKM juga penting untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Sebagai penutup, PERBANAS menegaskan kembali pentingnya kebijakan yang konsisten dan
kredibel untuk memulihkan kepercayaan, khususnya dari Kelas Menengah Atas yang daya belinya tengah melemah.
Baca Juga: Melemahnya Daya Beli Kelas Menengah Atas Jadi Sorotan Perbanas
Stabilitas ekspektasi ekonomi harus menjadi prioritas, seiring dengan upaya
meningkatkan efisiensi pembiayaan ke sektor-sektor prioritas yang mendukung transformasi ekonomi nasional. Terdapat beberapa langkah-langkah yang dapat ditempuh.
Pertama, dalam konteks kebijakan fiskal, khususnya terkait belanja APBN dan APBD mesti dialokasikan bagi sektor-sektor yang dapat menstimulus ekonomi, khususnya merangsang agar daya beli masyarakat kembali bergairah.
Kedua, investasi yang dilakukan oleh BUMN dan Danantara mesti didorong lebih lanjut, khususnya ke sektor-sektor produktif, padat karya, dan strategis.
"Hal ini akan dapat berfungsi sebagai sinyal untuk merangsang investasi swasta juga untuk bergerak menyokong investasi-investasi tersebut," katanya.
Ketiga, memberikan insentif khusus ke sektor-sektor yang sedang terpukul, baik karena penurunan daya beli atau perang dagang yang dilakukan oleh Trump. Kebijakan ini penting sebagai buffer jangka pendek atas berbagai guncangan yang terjadi, khususnya yang di luar kontrol mereka.
Keempat, perbankan mesti memanfaatkan mulai menurunnya suku bunga untuk ekspansi kredit.
Dapat dimulai dari sektor-sektor dengan prospek pertumbuhan tinggi dan searah dengan prioritas kebijakan Pemerintah saat ini dan masa datang. Selain itu, kebijakan berbasis data menjadi semakin krusial.