- KPK tengah melakukan penyidikan terkait dugaan korupsi dalam pembagian kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama.
- Pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Maktour, Fuad Hasan Masyur, telah diperiksa oleh penyidik KPK.
- Haji khusus dapat memangkas waktu tunggu menjadi 5-9 tahun, memberikan alternatif bagi masyarakat yang memiliki kemampuan finansial.
Suara.com - Penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia kembali menjadi sorotan tajam. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan penyidikan terkait dugaan korupsi dalam pembagian kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama. Terkait hal ini, pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Maktour, Fuad Hasan Masyur, telah diperiksa oleh penyidik KPK.
Usai pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (1/9/2025) Fuad menjelaskan bahwa pemeriksaannya terkait dengan pembagian kuota haji tambahan yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi. Ia menegaskan komitmen Maktour untuk menjaga integritas pelayanan.
"Insya Allah sebagai pelayan tamu Allah, Maktour selama 41 tahun, mempunyai integritas, menjaga terus," kata Fuad.
Fuad menambahkan, pada tahun 2024, Indonesia mendapat tambahan 20.000 kuota haji. Ia menekankan bahwa Maktour hanya mendapatkan porsi kecil dan terbatas untuk haji khusus. "Jadi, tidak ada bilang sampai ribuan. Enggak, ya," ujarnya, seraya meluruskan polemik yang beredar seputar pembagian kuota haji di kalangan swasta.
Meski kerap menuai polemik, peran swasta dalam penyelenggaraan haji bukanlah hal baru. Sejak tahun 1987 dengan sistem ONH Plus, dan kemudian diakui secara sah melalui Undang-undang No. 17 Tahun 1999, penyelenggaraan haji khusus oleh swasta menjadi jawaban atas panjangnya antrean haji reguler yang bisa mencapai puluhan tahun.
Haji khusus dapat memangkas waktu tunggu menjadi 5-9 tahun, memberikan alternatif bagi masyarakat yang memiliki kemampuan finansial (istitha’ah) dan ingin segera menunaikan ibadah haji. Lebih dari itu, peran swasta dalam haji khusus juga berkontribusi pada ekosistem ekonomi, membantu menopang dana haji secara keseluruhan, serta menciptakan lapangan kerja.
Namun, yang menarik, alokasi kuota haji untuk swasta di Indonesia masih tergolong kecil jika dibandingkan negara-negara lain. Data dari Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) menunjukkan bahwa Turki mengalokasikan 60% dari 80.000 kuota haji untuk swasta, Pakistan 50% dari 179.000, Malaysia mengalokasikan kepada swasta mencapai 20%. Sementara itu, Indonesia hanya memberikan 8% dari total 210.000 kuota haji pada tahun 2025 kepada pihak swasta.