- Isu PHK massal PT Gudang Garam Tbk menjadi trending di X (Twitter).
- Pada awal tahun 2025, pemerintah menyatakan bahwa tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) tidak naik.
- Namun, Harga Jual Eceran (HJE) rokok mengalami kenaikan rata-rata 9,5%.
Suara.com - Isu PHK massal PT Gudang Garam Tbk menjadi trending di X (Twitter). Di tengah gonjang-ganjing industri kretek Indonesia, tarif cukai rokok yang kelewat tinggi ikut jadi sorotan.
Lantas, berapa tarif cukai 2025?
Pada awal tahun 2025, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) tidak akan dinaikkan. Ini menjadi keputusan yang diharapkan dapat meredam tekanan pada industri rokok nasional.
Meskipun demikian, Harga Jual Eceran (HJE) rokok mengalami kenaikan rata-rata 9,5%, yang membuat harga rokok di pasaran tetap terasa lebih mahal bagi konsumen.
Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 97 Tahun 2024, yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2025.
Sebagai referensi, cukai rokok adalah pajak khusus yang dikenakan pada produk hasil tembakau, termasuk sigaret kretek dan sigaret putih. Tujuannya tidak hanya untuk menambah penerimaan negara, tetapi juga mengurangi prevalensi merokok, terutama di kalangan anak muda dan kelompok berpenghasilan rendah.
Pada 2025, pemerintah memilih untuk membekukan kenaikan tarif CHT, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya di mana kenaikan mencapai rata-rata 10% per tahun sejak 2022.
Keputusan ini diumumkan pada November 2024, sebagai respons terhadap tekanan dari pelaku industri yang mengeluhkan penurunan daya beli masyarakat akibat inflasi dan kenaikan harga bahan pokok.
Meski tarif cukai tetap, HJE minimum untuk berbagai jenis rokok justru naik. Misalnya, untuk Sigaret Putih Mesin (SPM) Golongan I, HJE minimum menjadi Rp 2.495 per batang dari sebelumnya Rp 2.380.
Baca Juga: Profil Susilo Wonowidjojo, Bos Gudang Garam Hadapi Isu PHK Massal
Sementara itu, Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan (SPT) Golongan II naik menjadi Rp 2.171 dari Rp 1.981.
Kenaikan ini berkisar antara 4,8% hingga 15%, tergantung golongan dan jenis rokok, yang pada akhirnya membebani konsumen dan produsen.
Detail tarif cukai 2025 juga mencakup produk inovatif seperti rokok elektrik.
Untuk Rokok Elektrik Padat, HJE minimum ditetapkan Rp 6.240 per gram dengan tarif cukai Rp 3.074 per gram.
Sementara untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) Golongan I, HJE minimum Rp 2.375 per batang dengan cukai Rp 1.231 per batang.
Selain itu, PMK Nomor 11 Tahun 2025 memperkenalkan tarif PPN rokok sebesar 9,9% dari HJE, yang semakin mempersulit perhitungan biaya produksi.
Pemerintah menargetkan penerimaan cukai rokok tahun ini dipangkas menjadi lebih rendah dibandingkan proyeksi awal, mencerminkan ekspektasi penurunan konsumsi akibat harga yang tetap tinggi.
Namun, di sisi lain, kebijakan cukai yang stabil ini tidak sepenuhnya meredakan tekanan pada industri rokok. Justru, akumulasi kenaikan cukai bertahun-tahun sebelumnya telah membuat harga rokok legal melonjak, membuka celah bagi rokok ilegal yang murah dan bebas cukai.
Menurut data, sejak 2022, kenaikan cukai agresif menyebabkan banjir rokok ilegal di pasar Indonesia, yang menawarkan harga hingga 50% lebih rendah daripada rokok resmi.
Hal ini berdampak langsung pada penjualan perusahaan besar seperti Gudang Garam, yang mencatat laba bersih semester I 2025 hanya Rp 117 miliar, anjlok dari Rp 980,8 miliar pada periode yang sama tahun 2024 dan Rp 5 triliun pada 2023.
Penurunan ini disebabkan oleh merosotnya daya beli masyarakat, ditambah beban pajak dan cukai yang mencapai Rp 32,89 triliun pada semester pertama 2025, turun 13,85% secara tahunan.
Kabar PHK massal di Gudang Garam menjadi puncak gunung es dari krisis ini. Video viral yang menunjukkan ribuan buruh di pabrik Tuban, Jawa Timur, menerima pemberitahuan PHK telah menyebar luas di media sosial sejak awal September 2025.