- Bank Pembangunan Asia atau ADB merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi di bawah 5 persen pada tahun ini.
- Perang dagang dan melemahnya permintaan menyebabkan melambatnya pertumbuhan.
- ADB menyarankan negara-negara berkembang Asia, termasuk Indonesia untuk terus mempromosikan pengelolaan ekonomi makro yang baik, keterbukaan, dan integrasi regional.
Suara.com - Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 dari 5 persen menjadi 4,9 persen. Dalam laporannya ADB juga memangkas proyeksi untuk 2026 dari 5,1 persen menjadi 5 persen.
ADB, dalam laporannya pekan ini, mengatakan revisi tersebut dibuat setelah melihat melemahnya permintaan global dan meningkatnya ketidakpastian perdagangan.
Kepala Ekonom ADB, Albert Park mengatakan pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sejalan dengan turunnya perkiraan pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan kawasan ASEAN dari 4,7 persen menjadi 4,3 persen untuk 2025 dan 2026.
Lebih lanjut Albert mengatakan pemangkasan pertumbuhan ekonomi Indonesia disebabkan oleh dampak negatif tarif impor Amerika Serikat. Apalagi, tarif dagang AS telah ditetapkan pada tingkat paling tinggi sepanjang sejarah dan ketidakpastian perdagangan global tetap tinggi.
"Tarif yang lebih tinggi yang diberlakukan oleh Amerika Serikat dan meningkatnya ketidakpastian perdagangan. Inflasi akan terus menurun menjadi 1,7 persen tahun ini di tengah penurunan harga pangan dan energi, sebelum meningkat sedikit menjadi 2,1 persen tahun depan seiring dengan normalisasi harga pangan," katanya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Dia pun menyarankan pertumbuhan di negara-negara berkembang Asia, termasuk Indonesia untuk terus mempromosikan pengelolaan ekonomi makro yang baik, keterbukaan, dan integrasi regional yang lebih lanjut.
Pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara diproyeksikan sebesar 4,3 persen untuk tahun 2025 dan angka yang sama untuk tahun 2026 turun 0,4 poin persentase per tahun dibandingkan dengan proyeksi bulan April.
Sedangkan, proyeksi pertumbuhan untuk Kaukasus dan Asia Tengah sedikit naik untuk tahun ini menjadi 5,5 persen, sementara proyeksi untuk tahun depan dipangkas sebesar 0,1 poin menjadi 4,9 persen, terutama karena penurunan produksi minyak dan gas di beberapa negara di subkawasan ini.
Untuk perekonomian di Pasifik, proyeksi pertumbuhan telah dinaikkan 0,2 poin menjadi 4,1 persen tahun ini di tengah peningkatan output pertambangan.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Capai 5 Persen
Risiko utama bagi prospek negara-negara berkembang di Asia dan Pasifik meliputi ketidakpastian yang berkelanjutan seputar kebijakan perdagangan AS, khususnya mengenai kemungkinan tarif sektoral untuk semikonduktor dan farmasi, serta negosiasi perdagangan AS - China yang belum terselesaikan.
Ketegangan geopolitik yang berkelanjutan, potensi penurunan lebih lanjut di pasar properti China, dan kemungkinan volatilitas pasar keuangan juga dapat memengaruhi prospek kawasan ini.