Ancaman Deepfake Buat Perbankan Tekor Rp2,5 Triliun

Senin, 10 November 2025 | 08:21 WIB
Ancaman Deepfake Buat Perbankan Tekor Rp2,5 Triliun
Ilustrasi teknologi Deepfake. [Shutterstock]
Baca 10 detik
  • CEO VIDA, Niki Luhur, mengeluarkan peringatan tegas bahwa ancaman siber di masa depan.
  • Menurut Niki, teknologi deepfake kini telah mencapai tingkat kemiripan yang sulit dibedakan.
  • Kerugian sektor perbankan akibat penipuan digital mencapai lebih dari Rp2,5 triliun.

Suara.com - Keamanan digital Indonesia berada di ambang tantangan yang makin kompleks. CEO VIDA, Niki Luhur, mengeluarkan peringatan tegas bahwa ancaman siber di masa depan bukan lagi sekadar masalah hacking teknologi, melainkan tentang manipulasi identitas yang didukung kecanggihan Artificial Intelligence (AI).

Menurut Niki, teknologi deepfake kini telah mencapai tingkat kemiripan yang sulit dibedakan dari yang asli. Hal ini membuat lembaga seperti VIDA, sebagai Certificate Authority (CA), memegang peranan krusial untuk menjaga integritas identitas digital dan membentengi transaksi konsumen dari pemalsuan masif yang berujung pada kerugian finansial.

Niki mengungkap adanya fenomena baru yang menunjukkan betapa terorganisirnya kejahatan siber saat ini, yaitu scan-as-a-service. Ini adalah jaringan penipu yang menyediakan akses ke jutaan akun digital dan beroperasi layaknya perusahaan korporasi, lengkap dengan infrastruktur dan kolaborasi.

"Baru-baru ini terungkap device farm di Latvia yang melayani 15 ribu pelaku fraud dan mengakses 48 juta rekening digital," ungkap Niki dalam acara Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) dan Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) 2025 beberapa waktu lalu.

Fakta ini menunjukkan bahwa para penipu kini bergerak dengan data sharing dan kolaborasi terstruktur, menuntut industri keamanan untuk berkolaborasi dengan skala yang sama kuatnya.

Data dari VIDA Fraud Intelligence Report 2025 menunjukkan betapa berbahayanya ancaman ini, dimana terdapat kasus deepfake fraud di Asia Pasifik melonjak 1.550% dan sebanyak 97% bisnis di Indonesia menjadi target social engineering.

Selain itu sepanjang 2022–2024, kerugian sektor perbankan akibat penipuan digital mencapai lebih dari Rp2,5 triliun, sebagian besar karena lemahnya autentikasi konvensional seperti SMS OTP dan kata sandi.

Niki menegaskan, sistem keamanan lama terbukti tak lagi memadai menghadapi ancaman yang kini telah berbasis AI.

VIDA menjawab tantangan ini dengan solusi autentikasi biometrik canggih, yakni FaceToken dan PhoneToken. Teknologi passwordless ini menggabungkan machine learning dan enkripsi tingkat tinggi, memungkinkan verifikasi identitas melalui deteksi wajah (liveness detection) dan perangkat pengguna terdaftar.

Baca Juga: 65 Persen Warga RI Terima Upaya Penipuan Tiap Minggu

"Implementasinya di sektor keuangan terbukti menurunkan transaksi tidak sah hingga 90%," klaim Niki.

VIDA juga mengembangkan AI-native security framework untuk mendeteksi serangan kompleks seperti injection attack dan virtual camera spoofing. "Proses autentikasi seharusnya mudah, tapi sekuat enkripsi. Dengan FaceToken dan PhoneToken, kami ingin keamanan digital terasa mudah bagi pengguna, namun tetap tak bisa ditembus oleh penipu," tutup Niki.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI