Menaker Mau Tekan Kesenjangan Upah Lewat Rentang Alpha, Solusi atau Masalah Baru?

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:12 WIB
Menaker Mau Tekan Kesenjangan Upah Lewat Rentang Alpha, Solusi atau Masalah Baru?
Menaker Yassierli. [Suara.com/Faqih]
Baca 10 detik
  • Menaker Yassierli menjelaskan filosofi penetapan rentang nilai alpha (0,5 sampai 0,9) dalam PP Pengupahan.
  • Rentang alpha berfungsi sebagai instrumen fleksibel bagi daerah menyesuaikan upah minimum berdasarkan KHL lokal.
  • Kebijakan ini bertujuan mengelola disparitas upah struktural yang sudah ada antarwilayah di Indonesia.

Suara.com - Pemerintah terus berupaya meramu kebijakan pengupahan yang adil dan proporsional di tengah dinamika ekonomi nasional yang fluktuatif.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli memberikan penjelasan mendalam mengenai filosofi di balik penetapan rentang nilai alpha yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan.

Kebijakan ini disebut-sebut sebagai senjata utama pemerintah untuk mengikis jurang atau disparitas upah yang selama ini terjadi antarwilayah di Indonesia.

Menurut Yassierli, penetapan rentang alpha mulai dari 0,5 sampai 0,9 bukan sekadar angka teknis semata. Angka ini dirancang sebagai instrumen fleksibel yang memungkinkan setiap daerah melakukan penyesuaian upah minimum sesuai dengan realitas ekonomi lokal serta standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di masing-masing wilayah.

Masalah Struktural Kesenjangan Upah

Kesenjangan pendapatan antarwilayah di tanah air memang menjadi persoalan menahun yang sulit diurai. Menaker menegaskan bahwa disparitas upah bukanlah fenomena baru yang muncul akibat kebijakan pengupahan terbaru.

Sebaliknya, hal ini merupakan tantangan struktural yang sudah ada sejak lama dan harus dikelola secara bijak melalui regulasi yang tepat.

“Jadi kondisi awalnya itu sudah terjadi disparitas,” kata Yassierli di Jakarta, Kamis (18/12/2025).

Ia menyadari bahwa kebijakan mengenai variabel alpha ini sering kali disalahpahami oleh publik jika tidak dilihat secara utuh.

Baca Juga: Harap Bersabar, Pemerintah Umumkan UMP 2026 Paling Lambat 24 Desember

Salah satu poin krusial yang ditegaskan oleh Menaker adalah penolakan terhadap penggunaan satu angka alpha yang berlaku seragam secara nasional.

Penggunaan angka tunggal dinilai sangat berisiko karena justru akan mengunci atau mempertahankan kesenjangan upah yang ada. Dengan rentang alpha, Dewan Pengupahan Daerah memiliki ruang gerak untuk menentukan angka yang paling proporsional bagi daerahnya.

“Dengan kita punya rentang alpha, maka disparitas itu menjadi salah satu pertimbangan dari Dewan Pengupahan Daerah dan pimpinan daerah untuk meminimumkan disparitas,” ungkap Yassierli.

“Jadi jangan dibalik membacanya. Karena kalau kita keluar dengan satu angka, maka artinya disparitas itu akan tetap terjadi,” sambung dia.

Yassierli menjelaskan bahwa perbedaan kondisi ekonomi daerah adalah variabel yang tidak bisa diabaikan dalam merumuskan upah minimum.

Setiap kota atau kabupaten memiliki tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan standar biaya hidup yang berbeda-beda. Oleh karena itu, rentang alpha hadir untuk menjembatani perbedaan tersebut.

“Tapi kalau ada rentang, rentang itulah yang memungkinkan, oke ini sudah tinggi, maka kemudian alphanya sekian. Ini masih rendah, masih jauh dari KHL, maka alphanya dibuat lebih besar,” tuturnya.

Langkah ini dianggap sebagai desain kebijakan yang paling moderat untuk melakukan koreksi terhadap gap antara besaran upah yang diterima pekerja saat ini dengan kebutuhan riil untuk hidup secara layak di daerah masing-masing.

“Inilah instrumen kita untuk mengatasi disparitas,” kata Yassierli.

Meski memberikan fleksibilitas tinggi kepada daerah, pemerintah pusat tidak lantas lepas tangan. Menaker menekankan pentingnya peran Dewan Pengupahan Daerah dan kepala daerah sebagai pihak yang paling memahami kondisi riil di wilayah mereka.

Namun, implementasi di tingkat daerah tetap akan mendapatkan pengawasan dan bimbingan teknis dari pusat.

“Selanjutnya tentu kami akan melakukan pendampingan kepada Dewan Pengupahan Daerah bagaimana mereka bisa secara bijaksana melihat kondisi daerahnya masing-masing,” ucapnya.

Proses pendampingan ini nantinya akan berfokus pada cara pembacaan data ekonomi yang akurat. Tim ahli dari pusat akan membantu daerah dalam menganalisis tingkat kesenjangan upah hingga menghitung jarak antara upah riil dengan standar KHL terbaru yang telah ditetapkan.

“Tadi ada disparitas, kemudian ada gap terhadap kebutuhan hidup layak seperti apa dan kondisi ekonomi mereka masing-masing,” kata Yassierli.

Seluruh variabel tersebut, mulai dari pertumbuhan ekonomi daerah hingga aspirasi pekerja dan pengusaha di tingkat lokal, akan menjadi bahan pertimbangan utama bagi Dewan Pengupahan Daerah dalam menentukan titik akhir nilai alpha.

“Maka kemudian bagaimana mereka menutupi nilai alpha,” pungkasnya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI