Bank Modal Pas-pasan di Ujung Tanduk: Mengapa OJK Paksa KBMI I Naik Kelas atau Tutup?

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57 WIB
Bank Modal Pas-pasan di Ujung Tanduk: Mengapa OJK Paksa KBMI I Naik Kelas atau Tutup?
OJK mendorong bank-bank kecil yang tergabung dalam kelompok KBMI I untuk naik kelas atau terancam ditutup. [Suara.com/Aldie]
Baca 10 detik
  • OJK berencana menghapus kategori KBMI I untuk mendorong konsolidasi perbankan demi menciptakan lembaga keuangan yang lebih besar dan stabil.
  • Ukuran bank yang lebih besar dinilai esensial agar mampu mendukung perekonomian nasional yang terus berkembang secara efektif.
  • Bank KBMI I didorong mencari modal tambahan melalui merger, akuisisi, atau skema KUB sebagai solusi penguatan struktur permodalan.

Suara.com - Sektor perbankan Indonesia sedang mengalami transformasi besar. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini memberikan perhatian ekstra pada bank-bank dengan modal pas-pasan.

Kebijakan ini memicu tanda tanya besar: mengapa bank modal kecil terus didorong untuk memperkuat diri, dan apa alasan di balik rencana penghapusan kategori Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti atau KBMI I?

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan bahwa terdapat sejumlah pertimbangan di balik rencana tersebut. Salah satu yang utama adalah kebutuhan perekonomian nasional terhadap bank berskala besar.

Menurutnya, struktur ekonomi Indonesia yang besar dan terus berkembang memerlukan dukungan lembaga perbankan dengan modal dan aset yang kuat.

Dian menilai ukuran bank menjadi faktor penting karena bank dengan skala besar umumnya lebih stabil, lebih efisien, serta memiliki kapasitas lebih besar dalam mendukung aktivitas ekonomi.

Bank besar juga dinilai lebih mampu menekan biaya operasional, mengoptimalkan sumber daya, serta memanfaatkan teknologi secara luas.

“Ekonomi kita membutuhkan bank-bank yang besar. Ukuran bank itu menentukan banyak hal, mulai dari efisiensi hingga kemampuan mendorong kredit,” ujar Dian usai Peluncuran Buku Khutbah Syariah Muamalah PPDP di Jakarta Selatan, Senin (15/12/2025).

Apa Itu KBMI?

Saat ini, OJK mengklasifikasikan bank ke dalam empat kelompok berdasarkan modal inti. KBMI 1 mencakup bank dengan modal inti maksimal Rp6 triliun. KBMI 2 memiliki modal inti di atas Rp6 triliun hingga Rp14 triliun.

Baca Juga: Kemenkeu Sentil Pemda Buntut Dana 'Nganggur' di Bank Tembus Rp 218,2 Triliun per November

KBMI 3 berada pada rentang modal inti di atas Rp14 triliun hingga Rp70 triliun, sementara KBMI 4 memiliki modal inti di atas Rp70 triliun.

Sesuai Peraturan OJK (POJK) No. 12/2020, perbankan diwajibkan memiliki modal inti minimum sebesar Rp3 triliun. Bank-bank yang belum memenuhi ketentuan ini berada di zona merah dan harus segera mencari tambahan modal, baik melalui skema rights issue, merger, maupun akuisisi oleh investor strategis.

Melalui kebijakan baru ini, OJK berencana menghapus kategori KBMI 1 sehingga ke depan klasifikasi perbankan hanya terdiri dari tiga kelompok. Bank-bank yang saat ini berada di KBMI 1 akan didorong untuk melakukan konsolidasi agar naik ke kelompok di atasnya.

Adapun Bank Pembangunan Daerah (BPD) dikecualikan dari kebijakan ini karena OJK memiliki skema tersendiri untuk mendorong peningkatan permodalan BPD.

Daftar Bank yang memiliki modal mini:

  • Bank Amar Indonesia (AMAR) kurang lebih Rp3,7 triliun
  • Bank MNC Internasional (BABP) kurang lebih Rp3,7 triliun
  • Bank Oke Indonesia (DNAR) kurang lebih Rp3,7 triliun
  • Bank Ganesha (BGTG) kurang lebih Rp3,6 triliun
  • Bank Ina Perdana (BINA) kurang lebih Rp3,7 triliun
  • Bank Victoria Internasional (BVIC) kurang lebih Rp4,3 triliun
  • Bank JTrust Indonesia (BCIC) kurang lebih Rp3,9 triliun
  • Bank Neo Commerce (BBYB) kurang lebih Rp 4,1 triliun
  • Bank Artha Graha Internasional (INPC) kurang lebih R4,4 triliun
  • Bank Aladin Syaria kurang lebih Rp3,2 triliun
Daftar bank yang termasuk dalam kelompok KBMI I. [Suara.com/Aldie]
Daftar bank yang termasuk dalam kelompok KBMI I. [Suara.com/Aldie]

Mengapa KBMI I Dihapus?

OJK berencana menyederhanakan pengelompokan bank untuk memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi bank-bank kecil. Dengan menghapus kategori KBMI I dan meleburnya ke kategori yang lebih tinggi, OJK ingin memastikan tidak ada "stigma" atau pembatasan berlebih bagi bank kecil yang sebenarnya memiliki kinerja sehat.

Penghapusan ini juga bertujuan untuk mendorong konsolidasi perbankan. OJK ingin agar tidak ada lagi bank yang "nyaman" di level modal bawah. Dengan standardisasi yang lebih tinggi, bank-bank dipaksa untuk naik kelas agar memiliki ketahanan yang setara dengan bank menengah.

Menurut Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan, KBMI 1 dihapus untuk menjaga stabilitas industri perbankan.

"Bila modal semakin besar maka industri juga semakin stabil, harapannya KBMI 1 akan naik ke KBMI 2," kata Trioksa kepada Suara.com.

Sementara Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan penghapusan kategori KBMI 1 oleh OJK bukan karena bank kecil dianggap tidak penting, tetapi karena struktur industrinya terlalu terpecah dan daya tahan sebagian bank kecil dinilai makin tertekan jika berjalan sendiri-sendiri.

Josua menilai dorongan agar bank-bank KBMI 1 naik level berangkat dari realitas bahwa KBMI I masih mendominasi jumlah bank umum, sehingga penguatan lewat konsolidasi dipandang lebih cepat membentuk bank yang lebih efisien, lebih mampu membiayai pengembangan teknologi dan kepatuhan, serta lebih siap menjaga ketahanan saat persaingan dan risiko naik.

"Dengan kata lain, OJK ingin menggeser logika industri dari banyak bank kecil yang rapuh menjadi lebih sedikit bank yang skalanya memadai dan tata kelolanya lebih kuat, sambil mendorong prosesnya melalui penggabungan atau pengambilalihan dan pendekatan yang lebih persuasif," beber Josua kepada Suara.com.

Sementara Direktur Utama Bank Neo Commerce Eri Budiono mengakui bank dengan skala yang lebih besar akan membuka ruang bagi pengembangan produk baru. Adapun Bank Neo termasuk dalam kategori KBMI 1 dengan modal inti sekitar Rp4 triliun.

“Kalau dari sisi kecukupan modal, sebenarnya jauh lebih dari cukup. Tapi tentunya kita ingin menjadi bank yang lebih besar, supaya bisa menawarkan produk lain, misalnya layanan valas untuk nasabah yang suka travel,” jelas Eri.

Apa yang Perlu Dilakukan?

Eri, kepada Suara.com, mengatakan Bank Neo saat ini pihaknya lebih memilih fokus untuk memperkuat kinerja fundamental.

“Sekarang ini kami benar-benar fokus ke apa yang ingin dicapai (bukan wacana pengapusan KBMI I itu)," kata Eri saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (16/12/2025).

Terkait rencana konsolidasi atau merger seiring dorongan OJK terhadap penguatan struktur perbankan nasional, Eri menegaskan belum ada rencana konkret. Saat ini, Bank Neo masih menunggu arahan lebih lanjut dari regulator.

Meski demikian ia menerangkan isu penghapusan KBMI 1 menjadi perhatian di internal Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas). Menurut Eri, sejumlah anggota mempertanyakan mekanisme dan tahapan kebijakan tersebut.

Menurutnya, agar kebijakan kenaikan kelas harus ada kehati-hatian karena jika seluruh bank pada saat yang sama mencari pendanaan dan likuiditas di pasar keuangan, hal tersebut berpotensi menimbulkan tekanan likuiditas.

OJK sendiri mendorong bank-bank kecil untuk bergabung (merger) dengan sesama bank kecil atau diakuisisi oleh investor (baik lokal maupun asing). Langkah ini dianggap cara tercepat untuk memperkuat struktur permodalan dan efisiensi operasional.

Bagi bank yang enggan merger, OJK menawarkan skema KUB. Dalam skema ini, bank kecil dapat menjadi anggota dari sebuah kelompok bank yang dipimpin oleh "Bank Induk" yang bermodal besar. Bank kecil tersebut tetap mandiri secara entitas, namun permodalannya "dijamin" atau didukung oleh entitas induknya.

Solusi lainnya adalah mendorong bank kecil untuk tidak lagi bersaing secara head-to-head dengan bank raksasa di segmen korporasi, melainkan fokus pada segmen tertentu (niche market) seperti UMKM, pembiayaan hijau, atau pasar regional tertentu yang belum tergarap maksimal.

Menurut Josua, untuk menambah modal inti, bank KBMI 1 perlu menempuh dua jalur: membangun modal dari dalam dan menarik modal dari luar.

Dari dalam, kuncinya memperbaiki kemampuan menghasilkan laba yang stabil lalu menahannya menjadi penambah modal, yang berarti disiplin menurunkan biaya operasional, memperketat kualitas kredit agar beban kredit bermasalah tidak menggerus laba, serta fokus pada segmen yang paling menguntungkan sesuai keunggulan bank.

Dari luar, opsi paling langsung adalah setoran modal dari pemegang saham, mengundang investor baru, atau menerbitkan saham baru agar ada dana segar yang benar-benar masuk menjadi modal inti; bila struktur pemegang saham memungkinkan, pinjaman pemegang saham juga bisa dikonversi menjadi modal.

Namun untuk banyak bank KBMI I, cara tercepat mengejar lompatan modal inti menuju di atas Rp6 triliun biasanya melalui konsolidasi, karena penggabungan dua neraca dapat sekaligus menaikkan modal inti dan menurunkan biaya satuan lewat berbagi jaringan, sistem, dan fungsi pendukung.

"Apa pun jalurnya, bank perlu menyusun rencana yang jelas dan terukur (kebutuhan tambahan modal, sumbernya, jadwalnya, serta dampak ke bisnis dan risiko) dan membahasnya sejak awal dengan OJK agar proses penguatan modal tidak hanya memenuhi angka, tetapi juga menghasilkan bank yang lebih sehat dan berdaya saing," tutup dia.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI