Suara.com - John Heitinga resmi kembali ke Ajax Amsterdam, klub yang telah membesarkan namanya, kali ini sebagai pelatih kepala tim utama.
Keputusan ini diumumkan pada 31 Mei 2025, menyusul mundurnya Francesco Farioli.
Penunjukan ini tak hanya menjadi kabar penting bagi publik sepak bola Belanda, tetapi juga menarik perhatian dari Indonesia, mengingat Heitinga memiliki darah keturunan Indonesia.
Heitinga, yang lahir di Alphen aan den Rijn pada 15 November 1983, memang bukan sosok asing bagi Ajax.
Sebelum memulai karier profesionalnya sebagai pemain bersama Ajax, ia menimba ilmu di akademi klub tersebut.
Setelah gantung sepatu pada 2016, Heitinga juga sempat melatih tim muda Ajax, bahkan menjadi pelatih interim tim utama pada awal 2023.
Musim 2024–2025, Heitinga berperan sebagai asisten pelatih Arne Slot di Liverpool dan turut berkontribusi dalam keberhasilan The Reds menjuarai Liga Premier Inggris.
Namun, usai musim berakhir, pria berusia 41 tahun itu memutuskan pulang kampung dan menandatangani kontrak dua tahun sebagai pelatih Ajax.
Dalam pernyataan resminya, Heitinga menyebut bahwa pengalaman di Inggris membuatnya semakin siap memimpin klub masa kecilnya.
Baca Juga: Nafsu Besar Tijjani Reijnders Bawa Man City Raih Gelar Piala Dunia Antarklub 2025
"Saya sangat antusias untuk memulainya. Pengalaman saya di Inggris, bersama (Arne) Slot dan (David) Moyes, sangat berharga. Sekarang saya siap kembali sebagai pelatih kepala, dan merasa terhormat bisa melanjutkannya di Ajax," kata Heitinga, dikutip dari laman resmi Ajax.

Namun, yang tak kalah menarik dari sosok Heitinga adalah latar belakang keluarganya. Ia mengungkapkan bahwa darah Indonesia mengalir dari pihak ayahnya.
Kakek Heitinga, Gijsbert Johannes Heitinga, berasal dari Pulau Belitung dan pernah menetap di Jakarta sebelum akhirnya pindah ke Belanda sekitar akhir 1950-an.
Dalam wawancaranya dengan Radio Nederland pada 2011 dan Moesson pada 2023, Heitinga mengungkapkan kedekatannya dengan budaya Indonesia.
Ia dibesarkan oleh kakek dan neneknya yang sangat menjaga nilai-nilai budaya Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
“Saya belum pernah ke Indonesia. Saya ingin pergi ke sana dua tahun lalu (2021), tapi situasi di sana sedang tidak mendukung dan akhirnya saya tidak jadi pergi,” ujar Heitinga.
Heitinga menambahkan bahwa sejak kecil dirinya sudah tertarik dengan bahasa Indonesia.
Meski belum fasih berbicara, ia berusaha memahami dan belajar melalui percakapan sehari-hari dengan sang kakek dan nenek yang sering berbicara dalam bahasa Indonesia di rumah.
“Ketika saya masih sekolah, saya sangat kental dengan budaya Indonesia, dengan sejarahnya, dengan soal negaranya. Saya juga sangat tertarik dengan bahasa Indonesia. Saya coba belajar sebanyak yang saya bisa ketika kakek dan nenek saya berbicara bahasa Indonesia,” jelasnya.
Dalam budaya peranakan Belanda-Indonesia, istilah “Indisch” sering digunakan untuk menyebut identitas tersebut.
Heitinga sendiri mengaku dibesarkan sebagai seorang "Indisch", yaitu generasi campuran Belanda-Indonesia yang hidup dalam nilai-nilai khas Hindia Belanda. Kata
“Indisch” sendiri kini telah bergeser ke istilah “Indonesisch” sebagai bentuk identifikasi terhadap akar budaya Indonesia.
“Saya dibesarkan sebagai orang Indisch,” tegas Heitinga.
Dalam kesempatan wawancara yang sama, Heitinga juga membagikan kisah menarik tentang kedekatannya dengan sang nenek yang selalu memasakkan hidangan khas Indonesia, termasuk nasi dan babi kecap — sebuah hidangan yang menyiratkan kedalaman ikatan emosional dan budaya yang dimiliki Heitinga dengan Indonesia.
"Kemarin saya menelepon nenek saya untuk bertanya apakah saya bisa datang untuk makan malam. Ia menjawab, enak saja. Meski ia sudah menyiapkan buah bit dan kentang. Itu sedikit mengecewakan bagi saya, nenek kemudian memasakkan nasi dan babi kecap untukku," cerita Heitinga.
Kecintaan Heitinga terhadap akar budayanya juga terlihat dari hubungan yang lebih erat dengan keluarga Indonesia dibandingkan kerabat Belanda-nya.
Ia mengakui nilai-nilai kekeluargaan khas Indonesia sangat melekat dalam dirinya.
“Saya memiliki ikatan yang sedikit lebih dekat dengan keluarga Indonesia dibandingkan dengan keluarga Belanda saya. Saya orang yang sangat mencintai keluarga, itu juga sifat orang Indonesia yang ada dalam diri saya,” tegasnya.
Sebagai pelatih, Heitinga juga memiliki peran dalam membina talenta muda berdarah Indonesia.
Saat melatih tim muda Ajax, ia pernah bekerja sama dengan pemain-pemain seperti Jasper ter Heide, Mitchel Bakker, Pascal Struijk, dan Tristan Gooijer — beberapa di antaranya memiliki garis keturunan Indonesia.
Penunjukan Heitinga sebagai pelatih utama Ajax kini membuka lembaran baru yang bukan hanya menarik dari sisi teknis dan strategi sepak bola, tetapi juga memperkaya narasi hubungan budaya antara Belanda dan Indonesia.
Dan tentu saja, kisahnya belajar bahasa Indonesia menjadi simbol dari pencarian jati diri yang menarik untuk diikuti.
Kontributor: Aditia Rizki