Suara.com - Pelatih Timnas Indonesia U-23, Gerald Vanenburg, melontarkan sebuah pernyataan mengejutkan jelang laga final Piala AFF U-23 2025.
Di tengah fokus menghadapi Vietnam, ia secara terbuka menyebut ada pemain di dalam skuad Garuda Muda yang tidak menyukai dirinya.
Pernyataan tak terduga ini muncul saat Vanenburg membahas gaya kepelatihannya yang sangat vokal di pinggir lapangan.
Ia berharap para pemainnya kini bisa memahami instruksi dengan baik tanpa perlu dirinya terus-menerus berteriak.
Gaya melatih yang penuh gairah dan teriakan itu terlihat jelas saat Indonesia menaklukkan Thailand di babak semifinal.
Vanenburg nyaris tak pernah duduk dan terus memberikan komando dari tepi lapangan sepanjang pertandingan.
Akibatnya, ia sampai kehabisan suara dan tidak bisa menghadiri konferensi pers pasca-laga.

Posisinya saat itu harus digantikan oleh sang asisten, Frank van Kempen, yang menjelaskan kondisi pelatih kepala kepada media.
Dalam sesi jumpa pers jelang final melawan Vietnam, Senin (28/7), sebuah insiden kecil terjadi saat mikrofon yang digunakan Vanenburg sempat mati.
Baca Juga: Indonesia U-23 vs Vietnam: Saling Usung Permainan Mengurung, Siapa Bakal Menguasai Laga Final?
Momen itu justru ia manfaatkan untuk melempar candaan yang merujuk pada kondisi suaranya.
"Mungkin mereka melakukan ini (mikrofon tidak menyala) karena suara saya hilang, tapi sekarang suara saya sudah membaik," ucap Vanenburg sambil tersenyum dalam konferensi pers jelang laga di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta pada Senin (28/7/2025).
Dari situlah ia kemudian menyampaikan harapannya agar para pemain bisa lebih mandiri di lapangan.
Ia ingin skuadnya bermain baik bahkan tanpa perlu ia berteriak, yang kemudian ia tutup dengan sebuah gurauan mengejutkan tentang hubungannya dengan para pemain.
"Saya memang tidak bisa teriak, tapi saya ingin, meski tidak berteriak, para pemain sudah memahami instruksi saya. Malah saya ingin meski tidak ada pelatih, para pemain saya bisa bermain baik di lapangan. Apalagi saya tahu mereka juga tidak suka saya," gurau Vanenburg.
Meskipun melontarkan candaan tersebut, Vanenburg menegaskan bahwa fokus utamanya adalah mempersiapkan tim untuk meraih kemenangan dalam waktu normal 90 menit di partai puncak.
Ia menargetkan kemenangan tanpa harus melalui drama adu penalti.
“Kami ingin menang 90 menit lawan Vietnam, tapi tentu saja kalau kami menghadapi penalti, itu jatuhnya ke mental pemain dan juga keberuntungan,” kata Gerald.
Ia mengaku tidak khawatir jika laga harus ditentukan lewat titik putih.
Kemenangan adu penalti 7-6 atas Thailand di semifinal menjadi bukti bahwa mental para pemainnya sudah sangat teruji.
“Kami lihat di semifinal mental anak-anak luar biasa dan kami beruntung, jadi kami bisa menang lawan Thailand, jadi kami tak akan khawatir saat adu penalti nanti di final. Kami tidak akan latihan [penalti] tapi kami akan memenangkannya jika memang ada adu penalti,” ucapnya penuh percaya diri.
Lebih jauh, pelatih asal Belanda itu mengakui bahwa timnya masih memiliki pekerjaan rumah di lini depan.
Ia menyebut timnya agak kesulitan mencetak gol dan masih sangat bergantung pada ketajaman Jens Raven.
“Memang saat ini kami sulit mencetak gol, dan kami cuma punya Jens Raven yang bisa mencetak gol, dan ada beberapa pemain lain selain Jens yang bisa cetak gol. Jadi saya ingin cari solusi untuk jangka pendek ini, di final, pemain-pemain mana yang bisa saya tugaskan mencetak gol,” ujar sosok yang turut membawa Belanda menjuarai Piala Eropa 1988 itu.
Terlepas dari tekanan dan ekspektasi tinggi dari publik sepak bola Indonesia, Vanenburg mengaku tidak terbebani.
Ia memiliki cara tersendiri untuk menghadapi tekanan tersebut.
"Tekanan yang ada, saya tak terlalu mempedulikannya, saya hanya fokus pada tim, memberikan yang terbaik. Jika pun ada yang tidak suka dengan saya, yang penting keluarga saya suka," tutup Vanenburg.