Titiek Puspa memulai kariernya dari ajang Bintang Radio di Semarang, hingga tampil dalam berbagai operet dan film, seperti Minah Gadis Dusun (1996), Apanya Dong (1983), hingga Musik Untuk Cinta (2017).
Deretan lagu populer seperti Di Sudut Peta, Apanya Dong, dan Jatuh Cinta menjadi karya-karya yang masih dikenang hingga kini. Pada era 1960-an, ia bahkan menjadi penyanyi tetap Orkes Studio Jakarta—sebuah posisi prestisius pada masa itu.
Kiprah Titiek Puspa meninggal dunia tidak menghentikan warisan budaya yang telah ia torehkan. Wajahnya sempat terpampang di billboard Times Square, New York, sebagai bentuk apresiasi internasional terhadap kontribusinya di dunia musik.
Dengan perjalanan hidup yang penuh warna, banyak yang menelusuri kembali siapa sebenarnya suami Titiek Puspa, dari awal pernikahannya hingga akhirnya kehilangan pasangan terakhirnya dalam pelukan.
Kisah hidupnya menjadi inspirasi lintas generasi—sosok seniman besar yang bukan hanya dikenal karena suara, tapi juga keteguhan dan dedikasinya terhadap keluarga dan karya.
Kini, Titiek Puspa meninggal dunia, namun namanya tetap hidup dalam kenangan jutaan penggemarnya di Indonesia. Ia bukan hanya legenda, tapi juga simbol ketegaran seorang wanita Indonesia dalam menghadapi cinta, keluarga, dan kehidupan.