Dalam beberapa versi kepercayaan, disebutkan pula bahwa salah satu dari dua pasangan yang menikah dalam tahun yang sama bisa mengalami nasib kurang baik, baik dalam hal rumah tangga maupun ekonomi.
Namun demikian, jika ditilik dari sudut pandang agama, khususnya Islam, tidak ada larangan atau dalil yang secara eksplisit melarang pernikahan dua anak dalam tahun yang sama.
Mengutip penjelasan dari situs resmi Kementerian Agama (Kemenag), pernikahan dianjurkan bagi mereka yang sudah mampu secara lahir dan batin, tanpa menyebutkan batasan waktu terkait saudara kandung lainnya.
Dalam literatur fikih klasik, waktu pelaksanaan akad nikah yang dianjurkan hanyalah pada hari Jumat dan di pagi hari, karena hari Jumat dianggap sebagai hari yang penuh berkah.

Bahkan dalam salah satu hadits, Rasulullah SAW pernah berdoa agar Allah memberkahi umatnya di waktu pagi.
Namun, hal tersebut lebih kepada anjuran untuk meraih keberkahan, bukan sebagai syarat sah atau tidaknya pernikahan.
Adapun larangan menikahkan dua anak dalam satu tahun lebih banyak didasarkan pada pertimbangan praktis dan sosial, bukan agama.
Misalnya, beban ekonomi yang cukup besar karena harus menggelar dua acara besar dalam waktu yang berdekatan.
Bagi sebagian keluarga, hal ini bisa menimbulkan tekanan finansial dan logistik, sehingga muncul kebiasaan untuk memberi jeda waktu antara satu pernikahan dengan yang lainnya.
Baca Juga: Maia Estianty Tak Banyak Mengatur soal Pernikahan Al Ghazali: Sponsor Tapi Enggak Ngerecokin
Sosiolog budaya, dalam beberapa kesempatan, menyebut bahwa kepercayaan seperti ini bisa dilihat sebagai bentuk kearifan lokal yang lahir dari konteks sosial masyarakat terdahulu.