"Jadi kesanggupan dia bayar Rp300 juta dulu, habis itu dia termin selama beberapa bulan, tiga bulan," pungkasnya.
![Suasana di rumah Atalarik Syach yang hendak dieksekusi akibat masalah sengketa tanah di kawasan Cibinong, Bogor jelang eksekusi pada Jumat, 16 Mei 2025. [Suara.com/Rena Pangesti]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/16/28398-suasana-di-rumah-atalarik-syach.jpg)
Awal mula kasus sengketa tanah Atalarik Syach
Atalarik mengaku telah membeli tanah seluas 7.300 meter persegi di kawasan Cibinong dari PT Sabta pada 2000.
Kakak kandung Teddy Syach itu menyebut telah mengurus berbagai dokumen kepemilikan sejak saat itu, meskipun tidak melibatkan notaris dalam prosesnya.
"Saya beli, ada beberapa surat, berhasil. Saya mengurus surat dari tahun 2000," ungkapnya.
Pada 2002, sebagian dokumen selesai diurus, baik dalam bentuk sertifikat maupun AJB (Akta Jual Beli).
Namun, kemudian muncul masalah, salah satu dokumen penting berupa surat pelepasan hak dinyatakan hilang.
Karena tidak menggunakan notaris, Atalarik menyerahkan seluruh pengurusan kepada pihak kelurahan dan kecamatan. Siapa yang menyangka, kepercayaan tersebut justru menjeratnya dalam masalah hukum.
Masalah memuncak ketika pada 2015, Dede Tasno mengajukan gugatan hukum terkait tanah tersebut kepada Atalarik, tetapi juga melibatkan pihak kelurahan, kecamatan, PT Sabta, serta beberapa individu lain.
Baca Juga: Merasa Dizalimi, Kronologi Rumah Atalarik Syach Digusur Terkait Sengketa Tanah
Atalarik mengaku tidak mengenal penggugat. Dede Tasno mengklaim telah mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk pengelolaan lahan tersebut.