Dia adalah seorang pianis Yahudi Polandia yang mencoba bertahan hidup di Warsawa selama pendudukan Nazi.
Menariknya, tidak ada adegan pertempuran skala besar dalam The Pianist.
Film ini menyuguhkan potret penderitaan manusia melalui kesunyian, kehancuran kota, dan kelaparan yang memburu hari demi hari.
Musik menjadi satu-satunya pelarian Szpilman, simbol harapan dalam dunia yang porak-poranda.
The Pianist menunjukkan bahwa terkadang, perjuangan paling besar bukan melawan musuh di medan perang, melainkan melawan keputusasaan sendiri.
4. Dunkirk (2017)

Christopher Nolan memilih pendekatan unik dalam Dunkirk, nyaris tanpa dialog dan dengan tiga garis waktu berbeda yang saling bersilangan.
Ceritanya berfokus pada upaya evakuasi ratusan ribu tentara Sekutu yang terjebak di pantai Dunkirk, Prancis, pada awal perang.
Tanpa banyak dialog atau eksposisi, film ini menekan penonton dengan ketegangan konstan.
Inti dari kisahnya adalah waktu yang terus menipis, serangan udara yang tak terduga, dan gelombang laut yang tak bersahabat.
Baca Juga: Dilarang Hukum Internasional, Israel Tetap Gunakan Drone Berisi Bahan Peledak
Nolan tidak menampilkan musuh secara jelas, karena musuh dalam film ini adalah waktu dan rasa takut itu sendiri.
5. Letters from Iwo Jima (2006)
Disajikan dari sudut pandang tentara Jepang, Letters from Iwo Jima adalah kisah perang yang penuh empati dan nuansa.
Melalui surat-surat yang tak pernah sampai, penonton diajak memahami sisi kemanusiaan dari mereka yang selama ini digambarkan sebagai lawan.
Film ini memperlihatkan bahwa tentara Jepang pun manusia biasa yang hanya menjalankan tugas negara.

Ada yang rindu keluarganya, ada yang mempertanyakan makna patriotisme, dan ada yang hanya ingin bertahan hidup.
Clint Eastwood berhasil membalik perspektif konvensional tentang musuh, menyampaikan bahwa dalam perang, semua pihak sama-sama terluka.