Suara.com - Penampakan Bobby Kertanegara, kucing peliharaan Presiden Prabowo Subianto, dikawal polisi dalam sebuah acara publik memicu perdebatan panas di jagat maya.
Dalam rangkaian kegiatan Cat Lovers Social Day 2025 yang diselenggarakan oleh Polri, Bobby hadir sebagai bintang tamu utama.
Namun, kehadiran si kucing Istana ini justru menimbulkan pertanyaan publik mengenai etika dan prioritas penggunaan aparat keamanan negara.
Acara yang berlangsung pada 12 Juli 2025 itu digelar di bawah kolaborasi antara Polri dan Rumah Sakit Hewan Polri.
Rangkaian acaranya dimulai dari berbagai lomba seperti catwalk, fashion show, hingga edukasi kesehatan untuk kucing.
Dalam unggahan akun Instagram resmi @rs.hewanpolripresisi, suasana meriah dan penuh tawa ditonjolkan sebagai bagian dari upaya kampanye cinta satwa.
Namun, perhatian netizen justru tertuju pada video yang memperlihatkan Bobby Kertanegara dikawal oleh sejumlah petugas polisi.
"Miris. Digaji dengan keringat rakyat cuma buat mengawal seekor kucing?” tulis akun @MurtadhaOne1 dalam cuitannya yang telah ditonton ribuan kali.
Sentimen serupa juga digaungkan oleh netizen lainnya yang menganggap pengawalan terhadap hewan peliharaan presiden adalah bentuk kemewahan berlebihan.
Baca Juga: Dari Bobby Kertanegara Hingga Jennifer Coppen: Ini 10 Orang yang Viral di Menurut Google 2024
"Bobby lebih beruntung daripada rakyatnya. Dijaga karena mungkin kelak jadi macan Asia," sindir akun lain.
![Bobby Kertanegara jalan-jalan sore saat Timnas menyambangi kediaman Presiden Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara IV, Kebayoran, Jaksel, Jumat (6/6/2025). [Suara.com/Novian]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/06/69596-bobby-kertanegara.jpg)
Kritik semacam ini memunculkan diskusi soal bagaimana simbol-simbol kekuasaan, termasuk hewan peliharaan, mendapatkan perlakuan istimewa di tengah kehidupan rakyat yang masih berjuang secara ekonomi.
Meski demikian, tak sedikit pula yang membela kehadiran Bobby di acara tersebut.
Sejumlah pecinta kucing menilai bahwa keterlibatan Bobby membawa perhatian lebih besar terhadap acara edukatif dan sosial semacam ini.
"Saya catlover, menurut saya ini agak lebay, tapi kalau bisa tarik perhatian masyarakat untuk lebih sayang sama binatang, ya kenapa enggak," tulis seorang pengguna.
"Namanya juga kucing presiden, wajar saja jika dikawal seperti itu," tambah yang lain.
Bobby sendiri bukan kucing sembarangan. Dia dulunya adalah kucing jalanan yang kemudian diadopsi oleh Prabowo Subianto sebelum menjabat sebagai Presiden RI.
Setelah pelantikan pada 20 Oktober 2024, Bobby pindah ke Istana Merdeka dan menjadi kucing pertama yang tinggal secara resmi di lingkungan kepresidenan Indonesia.
Bobby memang sering muncul di media sosial Prabowo dan bahkan di berbagai acara resmi.
Dia juga bertemu tokoh-tokoh penting dunia seperti PM Australia dan Presiden Prancis Macron.
Bobby pun memiliki akun Instagram sendiri dan sering menjadi bintang tamu di acara-acara pecinta kucing.
Dari segi perawatan, Bobby Kertanegara disebut mendapatkan fasilitas terbaik.
Bila diasumsikan berdasarkan standar perawatan premium, biaya bulanan untuk makanan, pasir, kesehatan, dan grooming dapat mencapai antara Rp1,4 juta hingga Rp2,9 juta.
Angka ini belum termasuk aksesori eksklusif atau perawatan darurat, yang kemungkinan besar juga tersedia tanpa batasan anggaran mengingat status Bobby sebagai kucing presiden.
Ada guyonan di kalangan netizen tentang "BPJS Kucing" karena biaya pengobatan hewan yang cukup mahal.
Netizen menduga Bobby kemungkinan besar mendapatkan fasilitas kesehatan terbaik. Dia bahkan punya pet stroller mewah dengan harga fantastis.
Memang, tak bisa dipungkiri jika Bobby adalah salah satu kucing populer yang menggemaskan.
Namun demikian, narasi bahwa seekor kucing dikawal aparat tetap menimbulkan ironi di tengah kondisi masyarakat yang masih menuntut layanan publik yang merata dan adil.
Netizen pun mempertanyakan apakah simbol kekuasaan seperti ini layak mendapat pengawalan dari aparat berseragam.
Apalagi isu-isu seperti keamanan, kesehatan, hingga kesejahteraan rakyat masih belum sepenuhnya tertangani.
Kontributor : Chusnul Chotimah