Filmnya Gagal Total, Malaysia Serukan Boikot Jumbo dan Semua Film Indonesia

Bernadette Sariyem Suara.Com
Rabu, 16 Juli 2025 | 13:54 WIB
Filmnya Gagal Total, Malaysia Serukan Boikot Jumbo dan Semua Film Indonesia
Potongan gambar video kanal YouTube sineas Malaysia bertekad 'berperang' dalam pasar industri perfilman Indonesia, tapi gagal. [YouTube]

Suara.com - Warganet Malaysia menyerukan publiknya untuk memboikot film Jumbo dan sinema Indonesia. Pemicunya adalah film buatan sineas mereka sendiri, Blood Brothers: Bara Naga, gagal total di pasar negeri jiran.

Gelombang kekecewaan dan kemarahan tersebut tengah melanda media sosial Malaysia.

Situasi ini memanas hingga muncul seruan untuk memboikot film-film Indonesia, dengan film animasi Jumbo yang justru sedang laris manis menjadi sasaran utamanya.

Fenomena "buruk muka cermin dibelah" ini mencuat setelah film aksi ambisius Malaysia, Blood Brothers: Bara Naga, gagal total di bioskop Indonesia.

Film Laga Malaysia Terbaik 2025 Blood Brothers: Bara Naga. [Instagram]
Film Laga Malaysia Terbaik 2025 Blood Brothers: Bara Naga. [Instagram]

Film yang digadang-gadang sebagai salah satu film terlaris sepanjang masa di Malaysia itu, dilaporkan hanya mampu menarik sekitar 1.647 penonton selama masa tayangnya di Indonesia.

Angka yang sangat timpang jika dibandingkan dengan kesuksesan film-film Indonesia di bioskop Malaysia.

Kekecewaan ini tumpah di media sosial.

Sebagian netizen Malaysia menuding pasar film Indonesia tidak adil dan sengaja menutup pintu bagi karya dari negara tetangga.

"Beberapa netizen Malaysia menyebut pasar Indonesia tidak adil," demikian narasi yang beredar dalam video yang dilihat Suara.com, Rabu (16/7/2025).

Baca Juga: Mirip seperti Main Lego, Ryan Adriandhy Ceritakan Proses Kreatif Pembuatan Film Jumbo

Alih-alih melakukan introspeksi terhadap kualitas dan strategi pemasaran film mereka, sebagian netizen justru melampiaskannya dengan menyerukan aksi balasan.

"Sebagian bahkan menyerukan boikot terhadap Jumbo, film animasi Indonesia yang justru sedang pecah rekor sebagai animasi terlaris di Asia Tenggara," ungkap narasi dalam sebuah video analisis.

PT Kereta Api Indonesia (Persero) berkolaborasi dengan Visinema menghadirkan Balon Jumbo Dolan Neng Jogja, instalasi kreatif yang hadir mulai 18 hingga 30 Juni 2025.
PT Kereta Api Indonesia (Persero) berkolaborasi dengan Visinema menghadirkan Balon Jumbo Dolan Neng Jogja, instalasi kreatif yang hadir mulai 18 hingga 30 Juni 2025.

Sentimen negatif ini semakin diperkeruh oleh ulah oknum reviewer dan media Malaysia.

Seorang reviewer film asal Malaysia dikecam karena dianggap merendahkan Jumbo dengan bahasa tubuh dan gestur yang tidak pantas saat mengulas.

Puncaknya, sebuah media bernama BuzzPop TV dituding menghina dengan memplesetkan judul "Jumbo" menjadi "Jubo," sebuah istilah kasar dalam bahasa Melayu yang berarti "lubang p****t". Aksi ini memicu perang komentar lintas negara di dunia maya.

Namun, apakah benar pasar film Indonesia berlaku tidak adil?

Fakta di lapangan justru menunjukkan gambaran yang berbeda.

Film-film Indonesia secara konsisten diterima dengan baik dan bahkan mendominasi layar bioskop di Malaysia.

Judul-judul seperti KKN di Desa Penari, Dilan 1990, Sewu Dino, hingga serial Gadis Kretek menjadi bukti bahwa penonton Malaysia sangat terbuka dengan karya dari Indonesia.

Bahkan, para sineas Malaysia sendiri mengakui keunggulan industri film Indonesia.

Produser dan sutradara Erma Fatima secara gamblang menyatakan, "Apabila kita nak berperang, kita kena siapkan senjata yang komplet lah, yang cukup mantap, untuk kita masuk berperang."

Pernyataan ini menyiratkan bahwa untuk menembus pasar sebesar Indonesia, dibutuhkan persiapan dan kualitas produk yang mumpuni, sesuatu yang mungkin belum sepenuhnya dimiliki industri film Malaysia.

Sutradara Syafiq Yusof, yang filmnya juga sepi penonton di Indonesia, mengakui bahwa kualitas film aksi Indonesia sudah berada di level yang sangat tinggi.

"Sejujur-jujurnya, karena film aksi Indonesia itu sudah tinggi sangat. Kualitas film Indonesia sudah tinggi. Jadi kita orang pembikin filem Malaysia harus berusaha untuk bikin sebaik mungkin," ujarnya dalam sebuah wawancara.

Pengakuan serupa datang dari sutradara Adrian Teh dan aktor laga Hairul Azreen.

Keduanya secara terbuka memuji kualitas dan kemajuan film laga Indonesia yang berhasil menembus pasar internasional seperti Hollywood.

Adrian Teh bahkan sengaja melibatkan koreografer dan aktor laga Indonesia, Yayan Ruhian, untuk meningkatkan mutu adegan aksi dalam film garapannya.

Faktanya, industri film Malaysia memang menghadapi tantangan besar.

"Industrinya sebenarnya kecil," aku Syafiq Yusof.

Dalam setahun, Malaysia hanya memproduksi sekitar 50-60 film, jauh di bawah Indonesia yang bisa mencapai lebih dari 150 film per tahun dengan genre yang sangat beragam.

Sementara itu, lebih dari 100 judul film Indonesia masuk ke pasar Malaysia setiap tahunnya, membuktikan tidak adanya blokir sistematis.

Ketimpangan ini bukan soal patriotisme penonton, melainkan pertarungan kualitas, strategi promosi, dan relevansi konten.

Film Indonesia dinilai lebih siap bersaing dengan narasi yang lebih universal dan kualitas teknis yang terus meningkat.

Sebaliknya, banyak film Malaysia yang dianggap terlalu lokal dan kurang mampu terhubung dengan selera penonton Indonesia yang lebih luas dan kompetitif.

Alih-alih menyalahkan cermin, mungkin inilah saatnya industri film Malaysia melihat kembali wajahnya sendiri.
 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI