Angka ini jauh melampaui ambang batas aman yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 85 dB untuk paparan selama 8 jam.
Oleh karena itu, fatwa haram dijatuhkan dengan beberapa syarat ketat. Penggunaan sound horeg menjadi haram hukumnya jika intensitas suaranya melebihi batas wajar.
Selain itu berpotensi membahayakan kesehatan atau merusak fasilitas, serta diiringi kemungkaran lain seperti joget campur baur pria dan wanita dengan membuka aurat.
Secara khusus, MUI Jatim juga mengharamkan secara mutlak praktik battle sound atau adu keras suara.
Praktik ini dinilai menimbulkan mudarat pasti, yaitu kebisingan ekstrem dan termasuk kategori menyia-nyiakan harta (tabdzir dan idha'atul mal).
"Battle sound yang dipastikan menimbulkan mudarat, yaitu kebisingan melebihi ambang batas dan berpotensi tabdzir serta idha'atul mal atau menyia-nyiakan harta hukumnya haram secara mutlak," tegas Sholihin pada Senin (14/7).
Meski demikian, MUI menegaskan bahwa fatwa ini tidak melarang penggunaan sound system secara keseluruhan.

Penggunaan sound horeg untuk kegiatan positif seperti resepsi pernikahan, pengajian, dan selawatan tetap diperbolehkan (mubah).
Asalkan volumenya wajar, tidak mengganggu, dan bebas dari hal-hal yang diharamkan oleh syariat.
Baca Juga: KPK Ungkap Skandal Pemerasan Rp53 Miliar, Cak Imin dan Hanif Dhakiri Bakal Dipanggil?