Suara.com - Ferry Irwandi berbincang-bincang dengan Deddy Corbuzier di podcast Close the Door yang tayang pada Rabu, 23 Juli 2025.
Dalam podcast tersebut, Ferry Irwandi dan Deddy Corbuzier membicarakan tentang Tom Lembong yang menerima vonis 4,5 tahun karena kebijakannya sebagai menteri perdagangan waktu itu dianggap merugikan negara.
Deddy Corbuzier menanyakan pandangan Ferry Irwandi mengenai efek vonis Tom Lembong di masyarakat.
Secara mengejutkan, Ferry Irwandi berpandangan bahwa vonis Tom Lembong menguntungkan pihaknya yang artinya merugikan oposisi.
"Pihak yang bersama Tom Lembong diuntungkan. Simpati masyarakat besar, at least ada yang (dukungannya) berpindah," beber Ferry Irwandi.
"Secara politis, kemungkinan besar bisa seperti itu (menguntungkan Tom Lembong)," sambungnya.
Sebagaimana diketahui, informasi mengenai kasus Tom Lembong dapat diakses dengan mudah dan menuai simpati masyarakat dewasa ini.
Bahkan muncul dugaan kasus Tom Lembong berhubungan dengan politik sehingga vonis hukumannya 'dibuat' sampai Pemilu 2029 berakhir.
Baca Juga: Kasus Tom Lembong Justru Menguntungkan Kubunya dalam Kalkulasi Politik, Kok Bisa?
"Misalnya Om (Deddy) pemilik partai, terus oposisi Om yang salah satu pionir oposisi dapat perlakuan kayak gini, apa nggak deg-degan?" tanya Ferry Irwandi.
"Makanya aku heran, kenapa nggak berhitung sampai situ (kalau memang dipolitisasi)," jelasnya.
Keyakinan Ferry Irwandi bahwa politisasi kasus Tom Lembong menjadi bumerang dibuktikan dengan suara-suara yang muncul di sekitarnya.
"Orang-orang yang dulunya ngambil sikap bener-bener nggak mau berpihak pada apa pun, ujung-ujungnya juga pada ngebela 'kan? Karena udah ada di titik nadir nih," kata Ferry Irwandi.
Bukti lain dapat dilihat dari postingan Ferry Irwandi yang membahas Tom Lembong dan disukai lebih dari 1 juta pengguna Instagram.
Kasus Tom Lembong rupanya juga akan menjadi titik Ferry Irwandi mengambil keputusan, akan terus membuat konten tentang politik atau tidak.
"Kalau ini kelar, ketuk palu, nggak ada banding atau apa, aku pribadi pensiun," tegas Ferry Irwandi.
"Pensiun ini artinya aku nggak akan membuat konten-konten yang akan menimbulkan diskursus publik yang banyak. Mending aku bikin konten soal editing video, cara menabung," ungkapnya.
Selain itu, kasus Tom Lembong semakin meyakinkan Ferry Irwandi untuk tidak terjun ke dunia politik.
"Dan kalo misalkan ada tawaran politik nih, jadi menteri ini, kepala ini, big no! Karena udah pernah terjadi yang kayak gini. Tiarap lah awak," seloroh Ferry Irwandi.
"Sampai mati saya akan bilang, tidak. Jangankan jadi pejabat, berurusan sama pemerintah aja nggak akan mau," tegasnya di kesempatan yang sama.
Menurut Ferry Irwandi, para menteri yang sedang menjabat sekarang seharusnya sedang ketar-ketir. Pasalnya mereka seperti tersandera seumur hidup.
Bagaimana tidak, Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan tahun 2015-2016, tetapi keputusannya baru dipermasalahkan 10 tahun kemudian.
"Om nggak deg-degan?" tanya Ferry Irwandi kepada Deddy Corbuzier.
"Kalau ngelihat kasusnya kayak gini ya berpikir. Walaupun saya nggak bisa ngambil keputusan ya," jawab Deddy Corbuzier yang saat ini menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Pertahanan.
Namun menurut Ferry Irwandi, Deddy Corbuzier sangat mungkin 'dipolitisasi' seperti Tom Lembong di masa depan.
"Hari ini keputusan yang dipermasalahin. Besok-besok bisa kegiatan. Iya, (misalnya) tetep podcast (padahal jadi pejabat). Penyalahgunaan wewenang, kan luas sekali," terang Ferry Irwandi.
"Kegiatannya nggak pancasilais ya. Sopir gua masuk (jalur) busway gua kena tuh," sahut Deddy Corbuzier sepakat.
Sebagai informasi, Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara karena dugaan melakukan tindak pidana korupsi.
Yang disoroti Ferry Irwandi dan banyak orang belakangan ini, hakim menyatakan Tom Lembong tidak ada niat jahat maupun menuai keuntungan pribadi.
Tidak ada pula aliran dana yang ditemukan, serta keputusan Tom Lembong impor gula kala itu berkaitan dengan kebutuhan industri yang mendesak dan tak mempengaruhi stabilitas negara.
Sayangnya Tom Lembong tetap divonis 4,5 tahun lantaran dianggap melanggar prosedur dan kewenangan.
Kontributor : Neressa Prahastiwi