Kasus Tom Lembong Justru Menguntungkan Kubunya dalam Kalkulasi Politik, Kok Bisa?

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Rabu, 23 Juli 2025 | 16:29 WIB
Kasus Tom Lembong Justru Menguntungkan Kubunya dalam Kalkulasi Politik, Kok Bisa?
Kasus Tom Lembong disebut menguntungkan kubunya secara politik. [suara.com/dea]

Suara.com - Dalam kalkulasi politik tingkat tinggi, sebuah serangan yang dirancang untuk menjatuhkan lawan seringkali menjadi pertaruhan berisiko.

Namun, menurut analisis tajam konten kreator dan pengamat diskursus publik, Ferry Irwandi, apa yang menimpa sosok Tom Lembong bukanlah sekadar risiko, melainkan sebuah blunder fatal yang justru secara ironis menjadi aset politik paling berharga bagi kubunya.

Alih-alih terpojok, Ferry berpendapat bahwa secara politis, posisi Tom Lembong dan kelompoknya justru diuntungkan secara masif. Serangan tersebut, menurutnya, telah memicu sebuah mekanisme pertahanan publik paling purba dan kuat: simpati.

Ferry Irwandi membedah efek domino dari kasus ini dengan logika yang sederhana namun menusuk. Ketika sebuah figur publik diserang secara terbuka, media dan publik akan menguliti setiap detailnya.

Proses yang diharapkan bisa mempermalukan, justru berubah menjadi panggung bagi lahirnya seorang korban.

"Secara politis, pihak yang bersama Tom Lembong diuntungkan. Simpati masyarakat pasti besar. At least ada yang berpindah," ujar Ferry dikutip dari Youtube Dedd Corbuzier.

Ia menambahkan, "Media uda buka semua casenya, orang bisa nonton sidangnya, terus mereka mikir, wah korban nih."

Logika ini menyoroti sebuah kebutaan strategis dari pihak penyerang. Mereka gagal memperhitungkan bahwa di era keterbukaan informasi, publik tidak lagi menelan narasi bulat-bulat.

Masyarakat kini menjadi juri yang aktif, dan ketika mereka melihat adanya ketidakadilan, gelombang simpati bisa berubah menjadi tsunami dukungan politik.

Baca Juga: Feri Amsari: Hukum Kini Jadi Alat Bungkam Kritik Politik

Lebih jauh, Ferry mengaku heran dengan kalkulasi politik yang tampaknya berhenti di tahap "menyerang" tanpa memikirkan dampaknya.

Ia menyebut manuver ini sebagai bumerang yang pasti akan menghantam balik dengan kekuatan yang lebih besar.

"Om misalnya pemilik partai, terus oposisi om, pioner om oposisi dapat perlakuan kaya gini, apa ga deg-degan. Makanya aku heran mengapa tidak berhitung sampai situ. Secara politis bisa jadi bumerang," tegasnya.

Yang lebih berbahaya, menurut Ferry, adalah bagaimana serangan ini berhasil membangunkan "raksasa tidur"—kelompok masyarakat yang selama ini memilih apolitis dan tidak berpihak.

Perlakuan yang dianggap telah melewati batas kewajaran memaksa mereka untuk akhirnya mengambil sikap.

"Karena pada akhirnya yang ada di sekitar kita aja, orang-orang yang dulunya bersikap benar-benar ga mau berpihak pada apapun, ujung-ujungnya pada akhirnya juga ngebela kan. karena udah di titik nadir nih," analisisnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI