Suara.com - Film animasi Merah Putih: One For All masih menjadi pembicaraan hangat publik di media sosial karena kontroversinya.
Film ini menjadi sorotan karena kualitas visual yang teramat buruk, ditambah kabar biaya produksinya yang konon mencapai Rp6,7 miliar.
Aditya Triantoro, CEO The Little Giantz sekaligus kreator dari serial animasi Nussa, memberikan pandangannya terkait film tersebut, baru-baru ini.
Sebagai seorang kreator yang telah melahirkan karya-karya berkualitas dan memenangkan penghargaan, Aditya mengaku awalnya mengira Merah Putih: One For All adalah hasil karya pelajar atau mahasiswa.
"Awalnya saya pikir ini karya anak-anak SMA ataupun kuliah yang baru lulus berharap masuk bioskop," kata Aditya dikutip dari YouTube Cerita Untungs.
Ketika mengetahui bahwa film tersebut benar-benar tayang di bioskop, Aditya mengaku terkejut dan mempertanyakan bagaimana standar kurasi bioskop bisa meloloskan film tersebut.
"Tapi ternyata beneran tayang, itu kaget ini ada apa ya?" ujar Aditya heran.
Menurut Aditya, kemunculan film animasi Merah Putih: One for All terasa seperti kemunduran besar dalam dunia animasi Indonesia yang sebelumnya sedang berkembang saat kehadiran film Jumbo.
Baca Juga: Hanung Bramantyo setelah Nonton Film Merah Putih: One for All: Ini Presenden Buruk
"Kita dari Jumbo yang segitu tinggi kualitasnya, kok ini terjun payung balik ke nol lagi," ucap Aditya menyesalkan.
Aditya kemudian memberikan gambaran tentang biaya produksi beberapa karyanya yang jauh lebih rendah dibandingkan angka yang disebut-sebut untuk film Merah Putih: One For All.
Series Animasi Nussa Dibuat dengan Biaya Produksi Kurang dari Rp1 Miliar

Bahkan meski menelan biaya produksi yang jauh lebih sedikit dari film animasi Merah Putih: One for All, namun justru kualitasnya sangat berkualitas.
Salah satu karya teranyar Aditya adalah series Nussa yang ternyata hanya membutuhkan biaya roduksi kurang dari Rp1 miliar.
"Nussa jauh di bawah (Rp6 miliar), masih dibawah Rp1 miliar malah," imbuh Aditya tertawa.
Selain series Nussa, karya Aditya lainnya yang tak kalah bagus adalah animasi Trungtung. Series tersebut juga tak kalah dari series animasi asal Korea Selatan, Tayo.
Trungtung hanya menghabiskan biaya Rp3 miliar untuk satu musim penuh. Selain itu series tersebut juga berhasil menyabet penghargaan di Festival Film Indonesa (FFI) untuk kategori Film Animasi Pendek Terbaik.
"Trungtung Rp3 miliar, satu season malah. Menang FFI juga, alhamdulillah," tutur Aditya.
Selain itu salah satu karyanya bersama Ari Untung, Riko The Series, juga menghabiskan biaya produksi yang cukup terjangkau yakni di bawah Rp1 miliar.
"Animasi kita (Riko) nih, jauh di bawah Rp1 miliar," ujarnya.
Merah Putih One For All Habiskan Biaya Produksi 6,7 Miliar

Selain menyoroti biaya produksi film yang tak sebanding dengan kualitasnya, Aditya juga membandingkan dengan proses kurasi film Merah Putih yang terbilang sangat cepat yakni sekitar dua bulan.
Ia mengingat bagaimana Nussa dulu harus melalui proses kurasi yang ketat untuk bisa tayang di bioskop, termasuk penyesuaian standar kualitas.
"Nussa lama (masuk bioskop) itu pas pandemi, cuma ada kurasinya itu loh harus bagus, harus sesuai standar di bioskop," imbuhnya.
Proses produksi pun tidak instan, Aditya mengatakan bahwa hanya untuk membuat ekspresi wajah Nussa saja bisa memakan waktu lebih dari tiga bulan.
"Enam bulan sampai tujuh bulan. Mukanya Nussa aja tuh tiga bulan lebih," ucapnya.
Aditya juga membandingkan dengan standar produksi animasi kelas dunia seperti Disney, yang membutuhkan ribuan orang dan bertahun-tahun untuk menyelesaikan satu film.
"Satu produksi aja Disney dengan ribuan orang tuh enam tahun, kayak Frozen tuh lima hingga enam tahun, orangnya 3.000 lebih," tutur Aditya.
Sementara itu, film Merah Putih: One For All sendiri sudah bisa disaksikan di bioskop pada hari ini, Kamis, 14 Agustus 2025.
Kontributor : Rizka Utami