Suara.com - Penyanyi Tompi menyayangkan sistem pemungutan dan pendataan royalti musik di Indonesia yang dinilainya masih konvensional.
Di era digital saat ini, menurutnya, seharusnya semua data pemutaran lagu bisa dilacak dengan mudah dan transparan.
Kritik ini disampaikannya saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, pada Minggu, 24 Agustus 2025.
Tompi membandingkan sistem LMK dengan platform musik digital yang sudah jauh lebih maju.
Menurutnya, para musisi bisa dengan mudah melacak seberapa sering lagu mereka diputar di platform seperti Spotify atau YouTube.
![Dokter Tompi ditemui di kliniknya kawasan Bintaro, Tangerang Selatan pada Senin (22/7/2024). [Rena Pangesti/Suara.com]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/07/23/19530-dokter-tompi.jpg)
Hal yang sama seharusnya bisa diterapkan pada pemutaran lagu di tempat-tempat komersial seperti kafe, restoran, atau konser.
"Harusnya kan dengan sekarang sudah era digital, orang anda tuh bisa ngecek lagu anda diputar berapa kali di Spotify, YouTube," ujar Tompi.
Ia pun mempertanyakan mengapa sistem serupa tidak bisa dibangun oleh LMK untuk memastikan transparansi.
"Masak ini kagak bisa? Harusnya bisa dong," imbuhnya dengan nada heran.
Baca Juga: Resmi Hengkang dari WAMI, Tompi Ancam Tempuh Jalur Hukum Jika Royalti Lagunya Masih Ditagih
Ayah tiga anak ini mengatakan bahwa digitalisasi adalah kunci untuk menyelesaikan sengkarut royalti.
Dengan sistem yang terkomputerisasi, semua data akan tercatat dengan akurat dan bisa dipertanggungjawabkan.
![Ketua WAMI Adi Adrian, Ariel Noah, Piyu Padi saat rapat bersama perwakilan DPR membahas UU Hak Cipta, Kamis (21/8/2025). [Suara.com/Bagaskara]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/21/43259-ketua-wami-adi-adrian-ariel-noah-piyu-padi.jpg)
"Harusnya kan dengan itu, maksudnya sudah eranya (digital)," katanya.
Tompi berharap, dengan adanya dorongan dari berbagai pihak dan perhatian dari pemerintah, sistem yang lebih modern dan adil bisa segera terwujud.
"Ini bisa dibantu dengan digitalisasi," pungkasnya.