Suara.com - Setiap orang pasti pernah mengalami Deja vu dalam kehidupan. Deja vu berasal dari bahasa Prancis yang berati pernah dilihat.
Pada dasarnya, Deja vu merupakan kondisi di mana seseorang mengalami sensasi kejadian yang pernah dialaminya di masa lalu. Bahkan, beberapa mengaitkannya dengan ingatan dari kehidupan sebelumnya. Benarkah demikian?
Sebuah laporan oleh psikolog Universitas Negeri Colorado, Anne M. Cleary, dalam Current Directions in Psychological Science, sebuah jurnal dari Association for Psychological Science, menjelaskan, terjadinya kemiripan antara déjà vu dan pemahaman kita tentang memori pengenalan manusia.
Memori pengenalan manusia adalah jenis ingatan yang memungkian seseorang menyadari suatu peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya.

Otak akan bekerja mengingat hal-hal yang pernah terjadi di masa lalu. Hal ini akan membuat otak mengenali sebuah kejadian, tetapi tidak mengingat kapan dan di mana hal itu terjadi.
Hal ini bisa terjadi secara tiba-tiba di mana otak akan merespons pengenalan terhadap peristiwa yang sedang berlangsung.
Berdasarkan eksprerime Cleary, Deja vu dapat diidentifikasikan karena adanya sesuatu yang dilihatnya. Namun, orang tersebut tidak dapat mengidentifikasi apa sebeneranya hal tersebut. dengan kata lain orang akan menyimpan sedikit memori mengenai suatu hal, tetapi tidak begitu jelas.
Oleh karena itu, ketika merasakan hal tersebut, ia tidak dapat mengingat peristiwa yang sebenarnya terjadi, melainkan hanya merasa pernah melakukannya.
Oleh karena itu, seseorang yang mengalami Deja Vu akan merasa dirinya pernah hidup pada kejadian sebelumnya. Padahal, ia hanya mengingat sebagian kecil ingatannya dengan sesuatu yang mirip dengan peristiwa yang sedang terjadi.
Baca Juga: Indra Keenam Menurut Pandangan Psikologi, Apakah Semua Orang Memilikinya?
Menurut Senior Research Associate di UNSW, Dr Amy Reichelt, Deja vu disebabkan oleh ketidakcocokan memori yang menyebabkan seseorang merasa bahwa dirinya telah mengalami suatu peristiwa yang benar-benar baru.