Pemeriksaan pap smear bisa dilakukan lima tahun sekali, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan HPV. Opsi lainnya adalah pap smear setiap tiga tahun sekali tanpa pemeriksaan HPV.
Hampir semua kanker serviks disebabkan oleh infeksi jenis human papillomavirus (HPV) risiko tinggi tertentu. HPV dapat ditularkan jika terjadi kontak kulit-ke-kulit di area genital.
Kanker serviks dapat diobati dengan beberapa cara, tergantung pada jenis kanker serviks dan seberapa jauh penyebarannya, dengan cara operasi, kemoterapi, terapi radiasi maupun imunoterapi.
Meski sudah diobati, kanker serviks dapat kambuh lagi atau bermetastasis. Kekambuhan kanker serviks dapat berkembang setelah selesainya pengobatan awal.
Tujuan pengobatan adalah untuk menghilangkan semua kanker, tetapi terkadang sel kanker tidak terdeteksi, atau sel kanker baru berkembang.
“Akibatnya, kanker berpotensi kembali ke leher rahim atau daerah sekitarnya, atau ke bagian tubuh lainnya, sehingga harus dipantau secara berkala," kata Nadia.
Jika kekambuhan kanker serviks terdeteksi, pengobatan yang direkomendasikan biasanya ditentukan berdasarkan kombinasi beberapa faktor, termasuk pengobatan awal pasien, lokasi kekambuhan, dan kesehatan pasien secara keseluruhan.
Adapun untuk pengobatan sistemik terkini, imunoterapi, telah memberikan pilihan baru untuk merawat pasien kanker serviks yang mengalami kekambuhan dan metastasis.
“Imunoterapi telah secara khusus menunjukkan aktivitas luas pada kanker serviks, dan memberikan harapan lebih lanjut untuk pilihan pengobatan baru dengan kemanjuran yang lebih besar dan profil keamanan yang dapat dikelola,” ujar Nadia.
Baca Juga: Artis Italia Ini Mengaku Bisa Berhubungan Seks hingga 150 Kali dalam Seminggu
Mulai tahun ini, imunoterapi bagi pengobatan kanker serviks telah tersedia di Indonesia, khususnya bagi pasien yang didiagnosis dengan kanker serviks stadium lanjut. [ANTARA]