Suara.com - Penyakit jantung masih menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Data Global Burden of Disease dan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) periode 2014–2019 menunjukkan penyakit ini terus mendominasi sebagai penyumbang utama angka kematian.
Kenaikan prevalensi juga tercatat dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), dari 0,5% pada 2013 menjadi 1,5% pada 2018. Menanggapi situasi ini, sejumlah rumah sakit meningkatkan kapasitas layanan.
Salah satunya adalah Brawijaya Saharjo yang menghadirkan BraveHeart Center—layanan jantung terpadu dengan teknologi seperti Hybrid Operating Theatre. Fasilitas ini memungkinkan tindakan bedah dan non-bedah dilakukan bersamaan, misalnya dalam kasus diseksi aorta yang kompleks.

BraveHeart dilengkapi teknologi canggih bernama Hybrid Operating Theatre—ruang operasi modern yang memungkinkan dokter melakukan operasi dan tindakan non-bedah sekaligus. Fasilitas ini berguna untuk menangani kasus rumit, seperti diseksi aorta (robekan di pembuluh darah besar), yang butuh penanganan cepat dari dua spesialis berbeda: ahli bedah jantung dan dokter intervensi pembuluh darah.
Di bawah kepemimpinan kardiolog senior Dr. dr. Muhammad Yamin, BraveHeart menangani prosedur lanjutan seperti ablasi aritmia, pemasangan pacu jantung, operasi katup, hingga intervensi jantung anak.
Sementara itu, dr. Sugisman memaparkan berbagai prosedur bedah jantung yang tersedia di BraveHeart, mulai dari bedah konvensional hingga teknik minimal invasif untuk penyakit jantung koroner, kelainan katup, pembuluh darah besar, dan jantung bawaan.
Ia menambahkan bahwa pendekatan minimal invasif memberikan banyak keuntungan seperti masa rawat lebih singkat, pemulihan cepat, dan kualitas hidup pasien yang lebih baik.
Tidak pandang bulu
Penyakit jantung tak pandang bulu. Meski mematikan, penyakit ini sebagian besar bisa dicegah lewat kebiasaan hidup sehat sejak dini. Penyakit jantung mencakup berbagai kondisi kardiovaskular, masing-masing dengan penyebab berbeda. Aritmia misalnya, bisa dipicu oleh diabetes, tekanan darah tinggi, cacat jantung, atau penggunaan obat tertentu.
Baca Juga: Jemaah Haji RI Didominasi Lansia, Kemenkes Minta Waspada Risiko Serangan Jantung
Cacat jantung bawaan muncul sejak dalam kandungan, tetapi juga bisa muncul belakangan akibat perubahan struktur jantung seiring bertambahnya usia.
Sementara itu, kardiomiopati—baik dilatasi, hipertrofik, maupun restriktif—dapat dipicu oleh faktor genetik, penyakit penyerta, atau penyebab yang belum sepenuhnya dipahami. Infeksi jantung umumnya disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit, dan bisa memburuk jika tidak segera ditangani.
Faktor risiko penyakit jantung terbagi dua: yang bisa dikendalikan dan yang tidak. Merokok, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, obesitas, kurang gerak, dan diabetes termasuk yang dapat dicegah atau dikontrol. Sementara itu, usia, jenis kelamin, etnis, dan riwayat keluarga adalah faktor yang tak bisa diubah. Pria dan mereka dengan anggota keluarga yang mengalami penyakit jantung di usia muda memiliki risiko lebih tinggi.
Meski tak semua faktor bisa dihindari, mengelola risiko sejak awal bisa memperbesar peluang hidup lebih lama dan sehat dengan jantung yang kuat.
Mencegah Penyakit Jantung
Beberapa faktor risiko penyakit jantung memang tidak bisa dikendalikan, seperti riwayat keluarga. Namun, risiko tetap bisa ditekan dengan mengubah kebiasaan hidup sehari-hari. Menjaga tekanan darah dan kadar kolesterol tetap normal menjadi langkah awal yang penting. Tekanan darah ideal berada di bawah 120/80 mm Hg, menunjukkan seberapa keras jantung bekerja saat memompa darah. Sementara itu, kadar kolesterol yang ideal bergantung pada kondisi kesehatan dan riwayat penyakit jantung seseorang.
Gaya hidup sehat berperan besar dalam menjaga kesehatan jantung. Aktivitas fisik setidaknya 2,5 jam per minggu, berhenti merokok, dan mengelola stres merupakan langkah penting. Rokok, misalnya, dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan menghambat sirkulasi oksigen. Stres kronis juga bisa memicu gangguan jantung.
Perubahan gaya hidup tidak harus dilakukan secara drastis. Langkah kecil yang konsisten tetap memberi dampak positif, terutama jika disesuaikan dengan kondisi masing-masing dan didampingi oleh tenaga medis.
Chief Commercial Officer Brawijaya Healthcare, drg. Hestiningsih, MARS, menjelaskan bahwa Brawijaya Healthcare adalah jaringan rumah sakit dan klinik yang tersebar di beberapa kota. Saat ini, mereka mengelola lima rumah sakit—di Antasari, Duren Tiga, Saharjo, Depok Sawangan, dan Tangerang—serta dua klinik, yaitu di Kemang dan Bandung.