Salah satu kekuatan utama dalam terapi ini adalah pendekatan tim multidisiplin. Di RS Siloam MRCCC Semanggi, terapi Lutetium PSMA melibatkan kolaborasi antara dokter spesialis urologi, patologi anatomi, kedokteran nuklir, hingga penyakit dalam konsultan onkologi.
Setiap spesialis memiliki peran penting, mulai dari mendiagnosis, merancang terapi, hingga memantau respons pasien. Kombinasi keahlian ini memastikan bahwa terapi dilakukan dengan aman, efektif, dan disesuaikan dengan kondisi unik tiap pasien.
Prosedur yang Aman dan Nyaman
Proses pemberian Lutetium dilakukan melalui infus di ruang khusus. Menariknya, meskipun menggunakan zat radioaktif, pasien tidak memerlukan isolasi setelah tindakan karena kadar radiasi yang tertinggal sangat rendah.
Setelah tindakan, pasien biasanya akan mendapatkan tiga siklus terapi dengan jeda 4–6 minggu di antaranya. Evaluasi hasil terapi biasanya dilakukan setelah siklus ketiga.
“Perawatan untuk pasien sebetulnya dirawat karena kondisi umumnya, bukan karena paparan radiasinya. Hal ini perlu dijelaskan terlebih dahulu,” tegas dr. Febby.
Ia menambahkan bahwa efek samping seperti anemia atau gangguan sumsum tulang belakang memang bisa muncul, namun hal itu bukan disebabkan oleh radiasi, melainkan oleh kondisi klinis pasien yang memang sudah berat.
Peluang Hidup Lebih Panjang dan Berkualitas
Sejumlah studi telah membuktikan bahwa Lutetium PSMA dapat memperpanjang harapan hidup pasien mCRPC.
Baca Juga: Kerap Dinikmati Berlebihan, 5 Makanan Ini Bisa Picu Kanker Prostat
Bahkan, jika terjadi kekambuhan, terapi ini masih bisa diulang dengan jeda waktu 6–8 minggu, memberikan fleksibilitas yang sangat penting bagi pasien dengan kanker stadium lanjut.
“Jadi efek dari Lutetium PSMA ini rata-rata kita dapat melihatnya setelah 3 siklus (dalam 1 siklus waktunya 6-8 minggu),” pungkas dr. Febby.