Suara.com - Perempuan memiliki peran besar dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, baik sebagai individu, istri, maupun ibu. Melalui peran tersebut, perempuan tidak hanya merawat tetapi juga menjadi garda terdepan dalam upaya perlindungan keluarga.
Dr.dr. Sukamto, SpPD, K-AI, FINASIM, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Alergi Imunologi Klinik, menyoroti bahwa perempuan memiliki peran signifikan dalam menjaga ketahanan keluarga dan membuat keputusan-keputusan penting di dalam rumah tangga.
Lebih lanjut dia menjelaskan, jika perempuan juga dapat menjadi jembatan informasi dan penggerak aksi di lingkup rumah tangga maupun komunitas. Salah satu tantangan besar yang dihadapi saat ini adalah meningkatnya risiko penyakit menular seperti dengue, yang dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia, gaya hidup, atau tempat tinggal.
"Kita semua berisiko. Bahkan orang dewasa yang tampak sehat bisa membawa virus dengue tanpa disadari, dan berpotensi menularkan kepada orang lain melalui gigitan nyamuk," jelas dia dalam sesi talk show bersama CegahDBD bertajuk “Peran Ibu Sebagai Penjaga Keluarga” oleh PT Takeda Innovative Medicines beberapa waktu lalu.
Tidak hanya itu, orang dewasa yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid, memiliki risiko keparahan yang lebih tinggi jika terkena DBD. Misalnya, hipertensi 2-3 kali lipat; obesitas 1,5-2 kali lipat; penyakit ginjal 7 kali lipat; diabetes melitus 3-5 kali lipat; dan penyakit paru-paru 2-12 kali lipat.
Karena itu, penting bagi setiap keluarga untuk memahami bahwa pencegahan harus dilakukan secara menyeluruh, melalui kebiasaan menjaga lingkungan dengan 3M Plus, penggunaan pelindung diri, dan mempertimbangkan penggunaan metode pencegahan yang inovatif seperti vaksinasi, yang telah direkomendasikan oleh asosiasi medis bagi anak maupun dewasa.
dr. Sukamto menekankan bahwa dengan memberdayakan perempuan melalui akses terhadap edukasi dan perlindungan kesehatan, kita tidak hanya menjaga mereka, tetapi juga memperkuat perlindungan seluruh keluarga.
“Perlindungan dari dengue adalah tanggung jawab bersama. Perempuan punya peran penting dalam menggerakkan langkah itu. Saat kita semua ambil bagian, kita bukan hanya menjaga keluarga, tapi juga membangun masa depan yang lebih sehat,” ujarnya.
Dr.dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), MPH, Spesialis Anak Konsultan, mengingatkan bahwa anak-anak justru berada dalam kelompok paling rentan.
Baca Juga: Tendang Stigma, Futsal Putri Jadi Wajah Baru Sang Juara
“Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa dalam tujuh tahun terakhir, kematian akibat dengue paling banyak terjadi pada anak-anak dan remaja usia 5–14 tahun. Ini menunjukkan bahwa anak-anak masih sangat rentan dan perlu dilindungi dengan serius,” jelasnya.
Ia juga memaparkan gejala khas dengue, termasuk siklus demam seperti pelana kuda, serta tanda bahaya yang harus diwaspadai. Dengue memiliki tiga fase utama, yaitu fase demam tinggi, fase kritis (demam turun), dan fase penyembuhan (demam naik lagi).
Gejala yang muncul biasanya meliputi demam tinggi, nyeri kepala, mual, muntah, nyeri otot dan sendi, hingga ruam di kulit (petekie).
Tidak jarang orang tua datang membawa anaknya dalam kondisi yang cukup kritis, bahkan mengarah pada Dengue Shock Syndrome (DSS) yang berisiko tinggi menyebabkan kegagalan organ karena perdarahan hebat dan penurunan tekanan darah secara drastis.
dr. Bernie mengingatkan bahwa satu kali terinfeksi dengue bukan berarti seseorang akan kebal selamanya. Anak yang pernah terkena dengue tetap bisa terinfeksi kembali, dan yang perlu digarisbawahi, infeksi kedua justru berisiko menimbulkan gejala yang lebih berat dibanding infeksi pertama.
Menurut dr. Bernie, sampai saat ini masih belum ada pengobatan yang spesifik untuk menyembuhkan dengue, pengobatan yang tersedia bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah komplikasi, seperti penurun panas, pengganti cairan, anti-radang, dan terapi pendukung lainnya.