- IBD sering disalahartikan sebagai gangguan pencernaan biasa, gejalanya meliputi diare, nyeri perut, dan kelelahan, sehingga memerlukan pemeriksaan menyeluruh untuk diagnosis.
- IBD dapat menimbulkan komplikasi serius, tetapi pengobatan termasuk terapi biologis dan kepatuhan pasien dapat mengendalikan penyakit.
- Kesadaran dini dan edukasi publik penting agar pasien IBD dapat mencegah komplikasi dan tetap hidup sehat.
Dampak IBD Lebih dari Sekadar Masalah Fisik
IBD tidak hanya menyerang tubuh, tetapi juga memengaruhi aspek psikologis dan sosial pasien. Kebutuhan untuk selalu dekat dengan toilet, pembatasan diet, hingga fluktuasi kondisi kesehatan dapat mengganggu pekerjaan, pendidikan, kehidupan sosial, bahkan hubungan keluarga.
Steven Tafianoto Wong, seorang pejuang IBD, membagikan pengalamannya bahwa hidup dengan IBD membutuhkan adaptasi besar. Namun, dengan pengobatan yang tepat dan gaya hidup yang terkelola, pasien tetap dapat menjalani kehidupan yang produktif.
Data menunjukkan bahwa insidens IBD di Indonesia mulai meningkat seiring perubahan gaya hidup. Meski masih tergolong rendah, tren ini menjadi peringatan penting bagi masyarakat dan tenaga kesehatan.
Yayasan Gastroenterologi Indonesia (YGI) bersama Kementerian Kesehatan RI terus mendorong edukasi publik agar masyarakat lebih waspada terhadap gejala yang sering diabaikan. Deteksi dini bukan hanya mencegah komplikasi, tetapi juga memberi pasien kesempatan mempertahankan kualitas hidup yang optimal.
IBD memang bukan penyakit yang bisa disembuhkan sepenuhnya, tetapi dapat dikendalikan. Mengenali gejala sejak awal, tidak menyepelekan keluhan pencernaan yang berulang, serta segera berkonsultasi dengan tenaga medis adalah langkah penting.
Kesadaran masyarakat menjadi kunci. Semakin cepat IBD dikenali, semakin besar peluang pasien menjalani hidup yang sehat, aktif, dan bermakna meski dengan kondisi kronis.