Suara.com - Berikut kesaksian Karin Zannella (35) dari Connecticut, AS. Ia mengetahui dirinya hamil 8 minggu saat mengikuti wawancara kerja pada 2011. Zannella sempat bingung, tetapi akhirnya memutuskan untuk memberitahu kehamilannya pada perusahaan yang menawarinya kerja. Namun ia juga memberi tahu kesediaannya untuk bekerja dari rumah dua hari setelah bayinya lahir nanti.
“Saya sangat gugup, dan saya tahu kehamilan saya bisa membuat saya kehilangan kesempaatan itu," ujarnya.
Ia sempat berpikir untuk menyembunyikan kehamilannya, dan baru memberi tahu perusahaan yang mempekerjakannya ketika kehamilannya memasuki usia enam bulan. Tapi ia memutuskan untuk terbuka sejak awal, untuk mengukur bagaimana perusahaan akan merespon kondisinya.
Dan ternyata kejujuran Zannella berbuah manis, dua perusahaan yang menginterviewnya akhirnya menerimanya. Ia pun memilih salah satu yang memberinya lebih banyak fleksibilitas. Apa yang dialami Zannella mungkin skenario terbaik. Masalahnya, apakah semua perempuan seberuntung Zannella?
Banyak negara melarang perusahaan memperlakukan perempuan hamil berbeda dari kandidat lainnya. Tetapi dalam praktiknya masih banyak perusahaan yang menjadikan kehamilan sebagai 'catatan' bagi pekerja ataupun calon pekerjanya.
Wawancara untuk pekerjaan saat sedang hamil tentu bukan skenario baru, tapi kini lebih sering terjadi dibanding sebelumnya dengan semakin banyaknya perempuan yang bekerja, dan dalam peran eksekutif. CEO Yahoo! Marissa Mayer diangkat ke pos eksekutif ketika dia sekitar enam bulan hamil.
“Jika kehamilan akan mempengaruhi kemampuan Anda mengerjakan tugas-tugas, Anda harus mengungkapkannya pada kesempatan pertama," saran Katie Donovan, seorang penasehat karier dari AS. Ia menambahkan keterbukaan akan menjadi awal yang baik bagi kedua belah pihak. (refinary29.com)