Suara.com - Nggak ada orang yang mau kariernya terhambat. Tapi kadang hambatan ini mesti dihadapi, bukan ditinggal lari.
Yang sering menjadi kebiasaan adalah orang memutuskan resign setelah merasa kariernya macet. Padahal mentoknya perjalanan kerja ini bisa jadi bukanlah alasan yang pas buat mengundurkan diri.
Masalah kerja bukanlah problem individu. Di lingkungan kerja, banyak pihak yang punya andil dalam menciptakan masalah, termasuk kita sendiri.
Namun kerap kali jari menunjuk ke orang lain ketika karier macet. Bos yang aroganlah. Rekan kerja yang gak bisa diajak kerja samalah. Beban kerja gak sebanding dengan penghasilanlah.
Padahal, ketika telunjuk mengarah ke orang lain, empat jari di tangan menunjuk ke diri sendiri. Barangkali ada yang salah pada diri sendiri?
Makanya, sebelum memutuskan resign lantaran karier macet, perlu introspeksi dulu.
Berikut ini 3 tahap yang bisa kita jalani sebelum mengambil keputusan mengundurkan diri.
1. Berdiskusi dengan atasan
Utarakan masalah yang kita hadapi di tempat kerja kepada bos. Atasan yang baik akan selalu terbuka menerima keluhan bawahannya.
Seringnya kita menutup diri dari diskusi dengan mereka jika menghadapi masalah karier. Lebih baik terbuka saja, biar plong rasanya.
Tanyakan mekanisme kenaikan jenjang karier secara langsung, ini lebih jelas ketimbang membaca perjanjian kerja bersama perusahaan. Bukan mustahil dari diskusi ini ditemukan titik temu yang sama-sama menguntungkan.
Pasti atasan akan berupaya mempertahankan jika memang kinerja kita bagus. Jika sebaliknya, pertanyaan kenapa karier macet nggak perlu jawaban lagi, bukan?
2. Terus mau apa?
Setelah resign, aktivitas selanjutnya apa? Ini yang mesti diperhatikan. Dalam beberapa kasus, keinginan resign nggak diikuti rencana matang ke depan.
Yang penting resign dulu, begitu mereka bilang. Ini langkah bunuh diri namanya. Sebelum resign, paling nggak kita sudah punya acuan mau kerja di perusahaan mana.