Noriyu juga menerima pesan baik dari surel, Twitter, Facebook, atau pun Instagram, yang memberitahukan bahwa telah lahir berbagai organisasi kesehatan jiwa baru. Organisasi-organisasi ini sederhana, bahkan ada yang belum terlegalisasi tetapi menggeliat dalam upaya promosi dan preventif kesehatan jiwa, dari mulai outreach untuk screening gangguan jiwa, edukasi masalah kecemasan, menularkan kebahagiaan untuk pencegahan depresi, dan inisiatif-inisiatif lain yang kreatif.
UU Kesehatan Jiwa ini mungkin juga akan menjadi kunci yang membuka pasung-pasung terhadap lebih dari 56.000 orang dengan gangguan jiwa di berbagai wilayah di Indonesia.
Menurut Noriyu, pemasungan adalah sebuah fenomena pelanggaran hak asasi manusia yang fantastis. Hanya saja, ia yakin bahwa sebagian besar pemasungan adalah keputusan terakhir dan terberat bagi keluarga akibat tidak tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan jiwa yang terintegrasi, lengkap, berjenjang, komprehensif, dan menganut prinsip equality – equity.
Saat ini, Noriyu masih setia menunggu hadirnya Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang ini, yang seharusnya ditetapkan paling lama satu tahun terhitung sejak undang-undang ini diundangkan.
"Undang-Undang ini disahkan Agustus 2014. Dan ini sudah tahun 2019. Artinya..." Noriyu menggantung kalimatnya.