Rumah Cemara, Komunitas "Marjinal" Unjuk Gigi di Homeless World Cup Inggris

Senin, 12 Agustus 2019 | 14:34 WIB
Rumah Cemara, Komunitas "Marjinal" Unjuk Gigi di Homeless World Cup Inggris
Rumah Cemara [Suara.com/Dinda]

Suara.com - Rumah Cemara, Wadah "Termarjinal" yang Ikut Homeless World Cup di Inggris.

Pengguna Napza dan pengidap HIV/AIDS atau ODHA masih menjadi komunitas yang termarjinalkan oleh lingkungan sosial masyarakat di Indonesia.

Tapi hal tersebut coba dihapus secara perlahan oleh sekelompok pemuda dari organisasi non-profit asal Bandung, Rumah Cemara.

Lewat sepak bola, Rumah Cemara coba merangkul dan memberdayakan mereka.

Tahun ini misalnya, merupakan tahun kesembilan Rumah Cemara mewakili Indonesia dalam ajang sepak bola tunawisma dunia bertajuk Homeless World Cup di Cardiff, Inggris.

Meski hanya menduduki peringkat ke-20 dari 40 negara yang ikut serta, namun menurut Ketua Layanan Komunitas Rumah Cemara, Indra Simorangkir, tujuan utama dari keberangakatan ke Cardiff adalah mengubah pola pikir anggota komunitas dan masyarakat, bukan sertamerta gelar yang harus didapat.

"Buat saya, ini satu keberanian yang harus dihargai terlepas mereka tidak juara. Karena orang yang kami kirim bukan orang yang jago main bola, tapi orang-orang yang mau berubah lewat satu kendaraan, namanya sepak bola," kata Indra saat ditemui Suara.com sesaat setelah pertandingan persahabatan melawan club Jakarta 69 dalam acara 'Sang Pemburu Mimpi' di kawasan Simprug, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Kata Indra, ada beberapa hal yang dipertaruhkan saat membawa anggota komunitas Rumah Cemara ke ajang internasional tersebut.

Pertama adalah urusan dana. "Bayangkan setahun setidaknya kami harus mencari dana hampir Rp 1 Miliar," katanya.

Baca Juga: Penderita HIV AIDS Terancam Tak Bisa Konsumsi Obat ARV

Dengan dana sebesar itu, Rumah Cemara membutuhkan sponsor utama. Dukungan kemudian datang dari Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia yang berharap adanya output positif dari penyelenggaraan Homeless World Cup.

Kedua, adalah risiko karena tak ada yang menjamin anggota komunitas tidak kembali ke dunia kelam yang telah mereka geluti. Misalnya saja, kata Indra, pengguna Napza harus bersedia meninggalkan kebiasaan menggunakan barang haram jika ingin berangkat ke agenda tahunan Homeless World Cup.

Indra sendiri sadar, tak semua pengguna narkoba yang masuk ke Rumah Cemara dapat melepaskan kebiasaannya. Tapi ia berani jamin, 80 persen anggota Rumah Cemara telah berubah ke arah yang lebih baik.

"Hampir 80 persen orang-orang yang ikut Rumah Cemara, mau berubah. Ada yang jadi pelatih atau menjadi pelayan kegiatan sosial," tambahnya.

Memberi Ruang dan Kesempatan

Rumah Cemara ibarat oase bagi orang yang termarjinalkan. Stigma bahwa mereka adalah 'sampah masyarakat' dan tidak bisa berbuat apa-apa, membuat anggota komunitas harus urungrembuk membuktikan bahwa pandangan tersebut salah.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI