Suara.com - Sulit diproses dan didaur ulang merupakan permasalahan sampah sachet, plastik multilayer, dan sampah HDPE yang masih belum terselesaikan dan menjadi perhatian dari berbagai lapisan masyarakat sampai saat ini.
Adapun ragam rintangan dalam pengelolaan sampah sachet atau plastik multilayer yang kerap ditemui adalah proses penguraiannya yang sulit, sedangkan sampah plastik HDPE merupakan salah satu penyumbang sampah terbesar yang hingga saat ini belum memiliki nilai ekonomi.
Dilansir dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) total sampah nasional pada tahun 2021 mencapai 68,5 juta ton. Dari jumlah itu, sebanyak 17 persen, atau sekitar 11,6 juta ton, didominasi oleh sampah plastik.
Wilayah DKI Jakarta sendiri menduduki peringkat penyumbang sampah ke-3 dengan berkontribusi sebesar 2,59 juta ton sampah. Diungkap oleh PLT Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Ibu Kota DKI Jakarta memproduksi sebanyak 7.500 ton sampah per harinya sampah 7.500 ton tersebut yang setara dengan ukuran Candi Borobudur perharinya.
Besarnya angka timbulan sampah tersebut tidak dapat dipungkiri dihasilkan dari gaya hidup praktis masyarakat yang kerap mengkonsumsi produk berbahan dasar plastik sekali pakai.
Oleh karena itu, diperlukan langkah konkret dari para pelaku usaha dan konsumen untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Seperti apa yang dilakukan oleh Octopus Indonesia.
Octopus Indonesia sendiri merupakan platform ekonomi sirkular yang didirikan oleh anak bangsa pada tahun 2018 silam dan telah dapat diakses di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Bali, Makassar, Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Melalui Octopus, Co-Founder dan CEO Octopus Indonesia, Moehammad Ichsan mengungkap nantinya para pengguna bisa mengakses aplikasi mereka untuk menyetorkan sampah dengan menghubungi pelestari Octopus.
Layanan ini membuat sampah plastik yang digunakan tidak berakhir ke tempat pembuangan sampah ataupun mencemari lingkungan. Sebaliknya justru akan memberi manfaat hingga penghasilan baik bagi pengguna ataupun pelestari.
"Pelestari kemudian akan datang dan mengambil sampah kemasan produk yang sudah dikumpulkan dan dipilah oleh konsumen. Untuk jumlah minimal sendiri adalah 10 pcs sampah atau 1kg," jelasnya dalam peluncuran Conscious Living DKI Jakarta bersama P&G, Selasa (21/6/2022).
Baca Juga: 5 Cara Mudah Membantu Menyelamatkan Bumi, Dimulai dari Diri Sendiri
Selanjutnya, jelas Ichsan, sampah tersebut akan diserahkan kepada pengusaha pengolah sampah dan sampah yang telah dikumpulkan ini akan di proses dan diolah menjadi sumber energi terbarukan sehingga tidak sampai ke Tempat Pembuangan Akhir.
Adapun yang berbeda dari layanan yang ditawarkan Octopus dengan platform serupa lainnya, lanjut dia, para pengguna yang menyetorkan sampah plastiknya akan mendapatkan insentif dalam bentuk point.
Point tersebut nantinya dapat ditukarkan menjadi ragam insentif menarik dimulai dari pulsa, token listrik, bahkan para pengguna juga dapat menukarkan point mereka menjadi voucher kopi di berbagai merchant.
Sementara untuk pelestari, mereka bisa menukarkan dengan sejumlah uang. Bahkan sejak awal didirikan, Octopus telah membantu para pelestari yang mengumpulkan sampah, sehingga perekonomiannya kini menjadi lebih baik.
"Cerita saat ekspansi ke Bali, saat itu awal pandemi banyak sekali para pekerja di industri perhotelan yang terkena PHK. Mereka tidak ada pemasukan, namun dengan begabung dengan pelestari, mereka jadi memiliki penghasilan lagi dan membantu perekonomian sehari-hari," pungkas Ichsan lagi.
Pengalaman menyenangkan yang ditawarkan Octopus ini yang membuat proses pengumpulan sampah menjadi berbeda dan menyenangkan.