Suara.com - Presiden Joko Widodo dikabarkan tidak berada di Jakarta, melainkan di Istana Bogor. Padahal, hari ini Selasa (6/9/2022) mahasiswa, buruh, dan masyarakat umum menolak kebijakan Jokowi terkait kenaikan harga BBM.
Istana Bogor memang kerap kali dijadikan tempat untuk berbagai agenda pemerintahan. Oleh karena itu, biasanya Presiden akan bolak-balik Bogor dan Jakarta tergantung agenda yang diadakan. Apa sejarah Istana Bogor yang perlu diketahui masyarakat?
Di samping itu, di balik Istana Bogor yang sering digunakan berbagai agenda, lokasi yang satu ini rupanya bekas peninggalan para penjajah Belanda.

Sejarah Istana Bogor
Mengutip situs Kementerian Sekretariat Negara RI, Istana Bogor menjadi lokasi Gubernur Jenderal Belanda, G.W. Baron van Imhoff untuk beristirahat. Sebelumnya lokasi ia beristirahat di Batavia. Namun, karena terlalu panas dan ramai, Baron mencari lokasi lain dan ini yang menjadi Istana Bogor.
Penemuan lokasi
Pada 10 Agustus 1744, Baron menemukan sebuah tempat yang strategis di sebuah kampung yang bernama Kampong Baroe. Setelah itu, pada 1745 Gubernur Jenderal van Imhoff (1745-1750) memerintahkan membangun pesanggrahan di lokasi tersebut dengan mencontoh arsitektur Blenheim Palace, kediaman Duke of Malborough, dekat kota Oxford di Inggris.
Pesanggrahan yang dibangun tersebut diberi nama Buitenzorg yang kini dikenal sebagai kota Bogor. Van Imhoff juga dikenal sebagai sosok yang rajin. Namun, pada akhir jabatannya, ia digantikan oleh Gubernur Jenderal Jacob Mossel (1750-1761).
Perlu diketahui, Istana Bogor juga pernah mengalami kerusakan pada pemberontakan perang Banten dibawah pimpinan Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang yang terjadi pada tahun 1750-1754. Pasukan Banten ini dikatakan menyerang Kampong Baroe hingga membakarnya.Meski demikian, bangunan yang sudah dibangun itu kembali diperbaiki dengan arsitektur serupa.
Baca Juga: Isu Demo, Presiden Jokowi bekerja dari Istana Kepresidenan Bogor
Sementara itu, pada kekuasaan Gubernur Jenderal Willem Daendels (1808-1811). Pesanggrahan yang telah dibangun diperluas dan dijadikan dua tingkat. Tidak hanya itu, perubahan juga terjadi pada pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van der Capellen (1817-1826).