Karena itu jika suami tidak memberikan apa yang menjadi hak istrinya, maka istri boleh memilih di antara dua opsi; tetap melanjutkan rumah tangganya atau berpisah dengan suami.
:
Artinya, “Imam Syafi’i berkata, baik Al-Qur`an maupun As-Sunah telah menjelaskan bahwa kewajiban suami terhadap istri adalah mencukupi kebutuhannya. Konsekuensinya adalah suami tidak boleh hanya sekadar berhubungan badan dengan istri tetapi menolak memberikan haknya, dan tidak boleh meninggalkannya sehingga diambil oleh orang yang mampu memenuhi kebutuhannya. Jika demikian (tidak memenuhi hak istri), maka isteri boleh memilih antara tetap bersamanya atau pisah dengannya,” (Lihat Imam Muhammad Idris Asy-Syafi’i, Al-Umm, Beirut, Darul Ma’rifah, 1393 H, juz VII, halaman 121).
Jika terjadi perceraian, lantas bagaimana dengan nafkah yang belum diberikan? Dalam konteks ini suami mesti memberikan nafkah yang belum diberikan. Pandangan ini mengacu pada riwayat yang menyatakan bahwa Sayyidina
Umar bin Khaththab RA pernah mengirimkan surat kepada para panglima perang agar mengultimatum para suami yang jauh dari istrinya dengan dua opsi; segera mengirimkan nafkah atau menceraikan istrinya. Jika pilihannya adalah menceraikan istrinya, mereka harus mengirimkan nafkah yang belum diberikan.
.
Artinya, “Umar bin Khaththab RA pernah menulis surat kepada para panglima perang mengenai para suami yang jauh istrinya, (dalam surat tersebut, pent) beliau menginstruksikan kepada mereka agar mengultimatum para suami dengan dua opsi; antara memberikan nafkah kepada para istri atau menceraikannya. Kemudian apabila para suami itu memilih menceraikan para istri, mereka harus mengirimkan nafkah yang belum mereka berikan selama meninggalkannya. Hal ini mirip dengan apa yang telah saya (imam Syafi’i) kemukakan,” (Lihat Imam Muhammad Idris Asy-Syafi’i, Al-Umm, Beirut, Darul Ma’rifah, 1393 H, juz VII, halaman 121).
Atas dasar penjelasan singkat ini, maka jawaban atas pertanyaan di atas adalah boleh istri mengajukan cerai gugat kepada suaminya dengan alasan suami tidak pernah memberikan nafkah. Nafkah yang belum diberikan selama rentang waktu tidak memberikan nafkah, mesti diberikan. Karena itu merupakan hak istri.
Jadi nafkah yang belum diberikan dianggap utang suami kepada istri dengan argumen bahwa agama memberikan ketentuan besaran nafkah setiap hari untuk istri. Ini dalam pandangan Madzhab Syafi’i.
Sementara menurut Madzhab Hanafi, nafkah yang belum sempat diberikan tidak tergolong utang suami kepada istri dengan argumen bahwa tidak ada ketentuan untuk besaran nafkah setiap harinya.
Sumber: https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/hukum-minta-cerai-karena-tidak-diberi-nafkah-awHAq