Suara.com - Foto wanita yang menjalankan sholat di dalam KRL yang tengah melaju viral di media sosial. Hal ini kemudian ramai dibahas netizen di media sosial. Sejumlah netizen lantas mempertanyakan apakah boleh melakukan sholat di dalam kereta, terutama di dekat pintu kereta.
Unggahan itu kemudian menimbulkan pro dan kontra. Beberapa warganet menyebut, sebaiknya sholat dilaksanakan di tempat yang lebih baik karena tidak darurat, sementara lainnya tidak mempermasalahkan.
Lantas, bagaimana seharusnya? Apakah sholat dalam kereta atau KRL yang melaju sah menurut fiqih Agama?
Wajib diketahui, sholat adalah kewajiban bagi seorang muslim selama masih memiliki akal normal dan hidup. Sehingga, meski dengan keadaan yang menyulitkan, tetap wajib baginya mendirikan sholat sesuai dengan kemampuannya saat itu, dalam rangka li hurmatil waqti (menghormati datangnya waktu shalat).
Melansir dari NU Online, Ustaz Ali Zainal Abidin menyebut, ada toleransi dalam mendirikan shalat jika syarat dan rukun tidak bisa dijangkau dan shalat wajib bisa diulang kembali (i'adah) dalam keadaan sempurna ketika telah sampai di lokasi yang memungkinkan untuk mendirikan shalat.
Namun, dalam muslim tersebut masih memungkinkan untuk mendirikan shalat di kereta dengan syarat memenuhi wudhu, berdiri dan menutup aurat. Ia tetap wajib menjalankan shalat meski tidak menghadap kiblat. Hal ini sebagai bentuk toleransi dari ibadah.
Tidak hanya kereta api, sholat di kendaraan kerap kali menyulitkan untuk menghadap kiblat. Jika rukun-rukun lain yang masih dapat dilakukan, maka wajib untuk tetap menjalankan shalat sebagaimana mestinya seperti berdiri, ruku', sujud dan rukun lainnya jika memungkinkan.
Meski demikian, berdiri adalam sholat di tempat yang berpeluang besar dilewati orang lain maka hukumnya menjadi makruh.
Sebagaimana disampaaikan dalam Kitab Al-Fiqhu ala Mazahibil Arba'ah, "Makruh melaksanakan shalat di tempat yang berpeluang dilewati orang lain di depannya, baik kenyataannya ada orang yang lewat atau tidak," (Lihat Abdurrahman Al-Jaziri, Al-fiqhu ala Madzahibil Arba'ah, juz I, halaman 246).
Menurut mazhab Hanafi, orang yang shalat di dalam kereta dengan duduk adalah hal tidak benar jika ia masih bisa menjalankan dengan cara berdiri. Namun, jika ruku' dan sujud bisa dilaksanakan secara sempurna ketika menjalankan shalat dengan cara duduk maka hal itu bisa dibenarkan.