Suara.com - Menjelang perayaan Hari Raya Idul Adha, sebagian umat Muslim biasanya melakukan kurban sebagai salah satu bentuk meneladani Nabi Ibrahim As. Berkurban biasanya menggunakan hewan ternak seperti sapi, kambing, atau unta.
Berkurban pun menjadi salah satu impian bagi umat Muslim, terutama bagi mereka yang belum memiliki cukup uang untuk membeli hewan ternak. Namun, ada beberapa orang yang melakukan kurban dengan membeli hewan kurban dengan cara berutang alias dengan uang pinjaman.
Melihat situasi ini, timbul pertanyaan tentang apakah boleh berkurban dari uang hasil pinjaman atau berhutang?
Mengutip dari laman muhammadiyah.or.id, para ulama memiliki dua pendapat tentang hukum berkurban.
Pendapat Pertama
Pendapat yang pertama yakni para ulama menyatakan wajib bagi orang yang mampu yaitu Abu Hanifah, Imam Ahmad dalm salah satu pendapatnya, Syaikhul-Islam bin Taimiyah dan Syaikh Ibn ‘Ustaimin ra. Ibn Taimiyah mengatakan yang artinya:
“Bahwa orang yang mampu berkurban tapi tidak melaksanakannya maka ia berdosa.”
Sementara itu, Syaikh ‘Utsaimin mengatakan yang artinya:
“Pendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat daripada pendapat yang menyatakan tidak wajib, akan tetapi hal itu hanya wajib bagi yang mampu.”
Baca Juga: Ini Hukum Kurban Atas Nama Orang yang Sudah Meninggal Menurut Syariat Islam
Dalil mengenai hal ini terdapat pada hadis Rasulullah SAW. yang artinya:
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang memiliki kelapangan tetapi ia tidak berkurban, maka jangan sekali-kali ia mendekati tempat salat kami.” (H.R. Ahmad).
Pendapat ini juga diperkuat oleh hadis yang semakna, yakni:
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah SAW. bersabda: Barangsiapa yang memiliki kelapangan (untuk berkurban) tapi ia tidak berkurban maka janganlah ia mendekati tempat salat kami.” (H.R. Ibn Majah).
Pendapat Kedua
Pada pendapat yang kedua, para ulama menyatakan bahwa hukumnya Sunnah Mu’akkadah (ditekankan). Pendapat ini merupakan pendapat jumhur ulama atau mayoritas ulama, yakni Malik, Ahmad, Ibn Hazm, dan lain-lain.
Ibn Hazm berkata:
“Tidak ada riwayat yang sahih dari seorang sahabatpun yang menyatakan bahwa kurban itu wajib.” (Asy-Syaukani, Nailul-Authar, Juz VI Halaman 117).
Riwayat lain menyebutkan:
“Diriwayatkan dari Abu Bakar dan Umar bahwasanya mereka berdua tidak berkurban karena merasa khawatir kalau masyarakat memandang bahwa kurban itu wajib.” (as-Sayid Sabiq, Fiqhus-Sunnah, Juz III Halaman 189).
Bolehkah Berkurban dari Hasil Berhutang?
Berdasarkan penjabaran hukum berkurban dari dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki kelapangan atau mampu berkurban sangat dianjurkan untuk melaksanakan kurban. Bahkan, orang yang mampu untuk berkurban tetapi tidak melaksanakannya menjadi sesuatu yang tidak disukai.
Begitu pula sebaliknya, orang yang tidak memiliki kelapangan atau dengan kata lain tidak mampu melaksanakn kurban, maka tidak ada anjuran atau paksaan baginya untuk melaksanakan kurban tersebut.
Dengan demikian, ketika ada orang yang berhutang uang demi membeli hewan ternak untuk berkurban, pada dasarnya tidak perlu dilakukan. Hal ini karena ia bukan termasuk orang yang memiliki kelapangan atau anjuran untuk berkurban.
Kelapangan yang dimaksud dalam konteks ini tentu saja kelapangan dalam hal rezeki dan harta, seperti seseorang yang mampu bersedekah setelah terpenuhinya kebutuhan pokok seperti pakaian, makan, dan tempat tinggal.
Jika seseorang masih membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka ia terbebas dari menjalankan sunah berkurban.
Meski demikian, ada pula kondisi yang sedikit berbeda. Jika seseorang telah memperoleh dana talangan kurban terlebih dulu dengan syarat dana talangan tersebut bisa dikembalikan (misalnya orang tersebut adalah seorang pegawai yang memiliki gaji tetap yang lebih atau orang yang memiliki deposito tetapi belum jatuh tempo atau orang yang memiliki hasil kebun yang menjanjikan), orang tersebut dapat segera mengganti dana talangan kurban setelah mendapatkan uang miliknya dari hasil gaji, deposito, atau hasil kebunnya.
Kontributor : Rizky Melinda