Suara.com - Umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan puasa Tarwiyah pada 8 Dzulhijjah, yang jatuh pada hari Rabu ini (4/6/2025), serta puasa Arafah pada 9 Dzulhijjah, yakni Kamis (5/6/2025). Pertanyaan yang kerap muncul adalah, apakah keutamaan puasa sunah ini tetap diperoleh jika seseorang menggabungkannya dengan niat mengqadha puasa Ramadhan yang tertinggal?
Menanggapi hal ini, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU), Ustadz Alhafiz Kurniawan, memberikan penjelasan. Menurut beliau, penggabungan niat qadha puasa Ramadhan dengan puasa sunah Tarwiyah atau Arafah adalah dibolehkan dan sah. Tidak hanya itu, Ustadz Alhafiz juga menegaskan bahwa individu yang melaksanakan puasa dengan niat ganda ini akan tetap mendapatkan keutamaan dari puasa sunah tersebut.
“Qadha puasa Ramadhannya tetap sah. Sedangkan ia sendiri tetap mendapatkan keutamaan yang didapat oleh mereka yang berpuasa dengan niat puasa sunah Arafah,” jelas Ustadz Alhafiz, dikutip dari NU Online pada Rabu (4/6/2025).
Landasan Fikih dan Pandangan Ulama
Pandangan ini didasarkan pada perbandingan (qiyas) dengan keterangan yang disampaikan oleh Syekh Zakariya Al-Anshari dalam karyanya Asnal Mathalib. Syekh Zakariya menjelaskan mengenai kasus qadha puasa di hari Asyura. Beliau mengutip fatwa Al-Barizi yang menyatakan bahwa seseorang yang berpuasa pada hari Asyura, misalnya dengan niat qadha atau nazar puasa, maka ia juga akan memperoleh pahala puasa sunah hari Asyura tersebut.
“Pandangan ini disepakati oleh Al-Ushfuwani, Al-Faqih Abdullah An-Nasyiri, Al-Faqih Ali bin Ibrahim bin Shalih Al-Hadhrami,” demikian kutipan yang disampaikan Ustadz Alhafiz dari keterangan Syekh Zakariya Al-Anshari. Ini menunjukkan bahwa pendapat ini memiliki pijakan yang kuat dalam tradisi keilmuan Islam.
Senada dengan pandangan tersebut, Sayyid Bakri dalam kitab I‘anatut Thalibin juga menyampaikan hal serupa. Menurut Sayyid Bakri, sebagaimana dikutip oleh Ustadz Alhafiz, seorang Muslim yang berpuasa pada hari-hari tertentu yang sangat dianjurkan untuk berpuasa di dalamnya, akan tetap mendapatkan keutamaan seperti mereka yang berpuasa sunah pada hari tersebut. Hal ini berlaku meskipun niat utama puasanya adalah qadha puasa atau puasa nazar, tanpa secara spesifik berniat puasa sunah yang dimaksud.

Ustadz Alhafiz lebih lanjut mengutip keterangan dari kitab Al-Kurdi, yang merujuk pada Asnal Mathalib dan karya sejenis seperti Al-Khatib As-Syarbini, Syekh Sulaiman Al-Jamal, serta Syekh Ar-Ramli.
Penjelasan lainnya yang dikutip dari laman Muhammadiyah, terkait penggabungan puasa wajib (seperti qadha Ramadhan) dengan puasa sunah (misalnya puasa enam hari Syawal), Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah memiliki pandangan yang jelas. Dalam Fatwa Tarjih yang termuat dalam buku Tanya Jawab Agama jilid II, dijelaskan bahwa masalah puasa termasuk dalam kategori ibadah mahdlah. Ini berarti bahwa pelaksanaannya harus sesuai dan tunduk pada tuntunan yang ada dalam Al-Qur'an maupun Hadis Nabi Muhammad SAW.
Baca Juga: Tata Cara Puasa Tarwiyah dan Puasa Arafah, Ibadah Sunnah Jelang Idul Adha 2025 Penuh Keutamaan!
Menurut Fatwa Tarjih tersebut, karena tidak ada dalil atau tuntunan yang ditemukan baik dalam Al-Qur'an maupun Hadis yang secara eksplisit menyatakan bahwa puasa wajib dan puasa sunah dapat dilaksanakan secara bersamaan atau digabungkan, maka pelaksanaannya hendaknya dilakukan secara terpisah dan sendiri-sendiri.
Ini berarti, bagi seorang Muslim yang memiliki utang puasa Ramadhan dan juga ingin melaksanakan puasa sunah, seperti puasa enam hari di bulan Syawal, langkah yang dianjurkan adalah, menyelesaikan puasa wajib (mengqadha utang puasa Ramadhan) terlebih dahulu, setelah puasa wajib selesai ditunaikan, barulah melaksanakan puasa sunah yang diinginkan, seperti puasa enam hari di bulan Syawal.
Pandangan ini menekankan prinsip bahwa setiap ibadah mahdlah memiliki tata cara dan ketentuan spesifiknya sendiri yang tidak dapat dicampuradukkan tanpa adanya dasar dalil yang jelas. Dengan melaksanakan puasa wajib dan sunah secara terpisah, diharapkan ibadah yang dilakukan menjadi lebih sesuai dengan tuntunan syariat dan nilai kehati-hatian dalam beribadah.
Ada dua kesimpulan dalam pandangan NU dan Muhammadiyah. Masing-masing pendapat memiliki dasar dan rujukan yang bisa dipertanggungjawabkan,
Prioritas Qadha dan Kehati-hatian
Ustadz Alhafiz Kurniawan tetap memberikan saran yang bijaksana. Ia menganjurkan agar orang yang memiliki utang puasa Ramadhan sebaiknya terlebih dahulu mengqadha utang puasanya. Setelah utang puasa Ramadhan tertunaikan, barulah mereka dapat mengamalkan puasa sunah Arafah secara terpisah.