Suara.com - Transformasi menuju ekonomi hijau tidak hanya menjadi solusi atas krisis lingkungan, tetapi juga membuka peluang besar untuk mengatasi persoalan pengangguran dan kemiskinan.
Konsep green jobs atau pekerjaan ramah lingkungan kini menjadi sorotan global, termasuk di Indonesia, sebagai jalan tengah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
Green jobs adalah pekerjaan yang secara langsung berkontribusi pada pelestarian atau pemulihan lingkungan. Pekerjaan ini mencakup berbagai sektor, mulai dari energi terbarukan, efisiensi energi, pengelolaan limbah, kehutanan lestari, hingga ekowisata. Namun, lebih dari sekadar ramah lingkungan, pekerjaan ini juga diharapkan mampu memberikan penghidupan yang layak bagi pekerjanya.
Menurut Factsheet on Green Jobs yang diterbitkan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), transisi ke pembangunan rendah karbon akan menciptakan pergeseran besar dalam pasar tenaga kerja di Indonesia. Pergeseran ini diperkirakan akan memicu permintaan tinggi terhadap tenaga kerja terampil, pelatihan ulang bagi pekerja yang terdampak, serta skema perlindungan sosial yang adaptif.
“Green jobs bukan hanya tentang lingkungan, tetapi juga tentang menciptakan masa depan kerja yang adil,” tulis laporan tersebut, dilansir Jumat (6/6/2025).
Jennifer Allan, dosen politik dan hubungan internasional di Cardiff University, menjelaskan bahwa pekerjaan ramah lingkungan membantu mewujudkan tujuan lingkungan sekaligus memberikan penghidupan.
“Ini bukan ide baru, tetapi kini kita memberi perhatian lebih. Aksi iklim adalah pengganda ekonomi, karena penciptaan green jobs turut membantu mengurangi krisis ekologis,” ujarnya, melansir Guardian.
Data dari ILO menunjukkan bahwa secara global, sektor energi terbarukan telah menciptakan sekitar 2,3 juta pekerjaan baru dalam beberapa tahun terakhir. Di masa mendatang, sektor energi matahari berpotensi menyerap hingga 6,3 juta pekerja, sementara energi angin dapat menciptakan sekitar 2,1 juta pekerjaan pada tahun 2030.
Di Indonesia, komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030 tanpa bantuan internasional—dan hingga 41 persen dengan dukungan internasional—telah membuka jalan bagi inisiatif hijau. Salah satunya adalah proyek Green Jobs in Asia, yang mulai dijalankan sejak 2010 dengan dukungan Pemerintah Australia.
Baca Juga: Ekonomi Hijau Bukan Sekadar Ramah Lingkungan, tapi Juga Bikin Cuan
Yang menarik, green jobs juga menjangkau masyarakat yang selama ini berada di sektor informal atau kelompok rentan. Petani, nelayan, hingga warga miskin perkotaan memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan pekerjaan hijau melalui skema pelatihan dan pemberdayaan.
Di Filipina, misalnya, para petani organik mendapatkan akses pasar dan pendampingan teknologi yang meningkatkan penghasilan mereka sekaligus menjaga kesuburan tanah. Sementara di Indonesia, koperasi pemulung di beberapa kota telah mulai didukung untuk menerapkan pengelolaan sampah terpadu dengan standar keselamatan kerja yang lebih baik.
Dalam konteks pengentasan kemiskinan, green jobs memiliki potensi besar. Laporan ILO menyebutkan bahwa pekerjaan hijau dapat menjadi jembatan antara Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) nomor 1 (penghapusan kemiskinan) dan TPB nomor 13 (penanganan perubahan iklim). Dengan kata lain, upaya menjaga bumi tidak harus mengorbankan kesejahteraan manusia—justru keduanya bisa berjalan beriringan.
Eliot Whittington, direktur kebijakan di Cambridge Institute for Sustainability Leadership (CISL), menekankan pentingnya perubahan sistemik dalam menciptakan lapangan kerja hijau.
“Renovasi rumah untuk efisiensi energi adalah contoh kemenangan ganda. Ini tentang perubahan sistemik, bukan inovasi yang berdiri sendiri,” jelasnya.
Meski demikian, tantangan tetap ada. Tidak semua pekerjaan hijau tergolong pekerjaan layak. Beberapa sektor seperti daur ulang, pengolahan limbah, dan konstruksi energi biomassa masih diwarnai dengan upah rendah dan risiko kesehatan.