Suara.com - Tinggal di hunian modern seperti cluster memang menjanjikan banyak kenyamanan dan keamanan, namun hal ini juga bisa memicu konflik tak terduga.
Di Kota Harapan Indah, Bekasi, ketegangan sedang memuncak antara warga di luar Cluster Neo Vasana dan pengembang, Damai Putra Group.
Permasalahan berpusat pada akses menuju Musala Ar-Rahman, sebuah rumah ibadah yang dibangun swadaya oleh warga.
Warga, melalui Ketua Pengawas Yayasan Ar-Rahman, H. Lukman Hakim, merasa hak mereka untuk beribadah dihalangi oleh tembok pembatas yang memisahkan musala dengan cluster.
Mereka meminta akses kecil berukuran 1,5 x 2 meter untuk memudahkan jemaah, namun hingga kini permohonan tersebut belum menemui titik terang.
Merasa terdesak, warga memberikan ultimatum: jika dalam 24 hari ke depan tidak ada solusi, mereka siap menggelar demonstrasi besar-besaran.

Harmoni di Ruang Bersama: Tantangan Hidup Berdampingan
Isu ini bukan sekadar masalah teknis membuka gerbang, melainkan cerminan dari tantangan kehidupan di area hunian modern.
Konsep "one-gate system" yang digemari pengembang, memang menawarkan keamanan eksklusif bagi penghuni. Namun, di sisi lain, sistem ini dapat menciptakan batasan fisik dan sosial antara penghuni cluster dengan warga di sekitarnya.
Baca Juga: Luncurkan Aplikasi LENSA-PRO, Telkom Akses Perkuat Tatakelola Supervisi Proyek
Kasus Musala Ar-Rahman menunjukkan betapa pentingnya komunikasi yang transparan dan dialog konstruktif antara semua pihak—pengembang, penghuni, dan warga sekitar.
Di satu sisi, penghuni klaster berhak mendapatkan rasa aman dan privasi sesuai janji pengembang. Di sisi lain, kebutuhan spiritual warga untuk beribadah juga merupakan hak dasar yang dijamin undang-undang. Titik temu harus ditemukan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Tanggapan Pengembang Mencari Solusi Tanpa Mengabaikan Aturan
Menanggapi isu yang beredar, Damai Putra Group telah menyampaikan klarifikasi resmi yang mencoba menyeimbangkan semua kepentingan.
Nimim Safira, yang membawahi External Relations, menjelaskan bahwa tidak ada penolakan pembangunan rumah ibadah, namun ia menekankan bahwa setiap pembangunan harus sesuai dengan prosedur perizinan dan tata ruang yang berlaku.
Pihak pengembang juga menjelaskan bahwa pembukaan akses langsung dari area cluster harus mempertimbangkan beberapa aspek, termasuk keamanan penghuni dan izin resmi dari pemerintah daerah.
Pengembang juga memahami kebutuhan warga untuk beribadah dengan nyaman dan telah menyarankan agar akses musala menggunakan jalan umum yang memang diperuntukkan bagi fasilitas publik.
Sebagai langkah mediasi, Damai Putra Group menyatakan kesiapannya untuk duduk bersama perwakilan warga dan yayasan.
Dengan demikian, penyelesaian kasus ini tidak hanya akan memberikan akses bagi warga, tetapi juga menjadi contoh bagi perumahan lain tentang bagaimana konflik dapat diselesaikan melalui dialog, pemahaman, dan komitmen untuk hidup berdampingan secara harmonis.