Profil Fathul Wahid, Rektor UII yang Tulis 'Kita Semua adalah Affan Kurniawan'

Ruth Meliana Suara.Com
Selasa, 02 September 2025 | 15:26 WIB
Profil Fathul Wahid, Rektor UII yang Tulis 'Kita Semua adalah Affan Kurniawan'
Rektor UII Fathul Wahid (uii.ac.id)
Baca 10 detik
  • Rektor UII Fathul Wahid merilis pernyataan "Kita Semua adalah Affan Kurniawan".
  • Dalam rilis sikapnya, Fathul Wahid tidak menuliskan gelar akademiknya dan menonjolkan nurani.
  • Fathul Wahid merupakan lulusan ITB dan University of Agder Norwegia.

Suara.com - Dalam lanskap pendidikan Indonesia, sosok pemimpin kampus sering kali diidentikkan dengan wibawa akademik dan gelar yang menjulang. Namun, Fathul Wahid, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), berhasil menulis narasi berbeda. 

Rektor UII Fathul Wahid bukan hanya memiliki rekam jejak akademik dan kepemimpinan yang mentereng. Sosoknya juga menunjukkan keberanian moral, mengutamakan kesederhanaan, dan memberikan pernyataan yang menggugah nurani publik.

Beberapa hari lalu, UII yang dipimpinnya merilis pernyataan sikap berjudul "Kita Semua adalah Affan Kurniawan", menyoroti kepergian tragis seorang driver ojol dalam demo di Jakarta.

Lewat kalimat itu, Fathul Wahid tidak sekadar mengeluarkan bela sungkawa, ia membangkitkan empati kolektif, menyuarakan kritik, dan membela nilai kemanusiaan. Semua ini dilakukan tanpa menonjolkan gelar akademiknya, mencerminkan sikap rendah hati yang langka.

Di tengah sorotan media, profilnya meluas menjadi simbol kepemimpinan modern, yaitu tegas tapi bersahaja, akademisi sekaligus advokat keadilan sosial.

Artikel ini mengupas kisah perjalanan hidup, pencapaian akademis, dan momen-momen penting yang menjadikan Fathul Wahid sebagai figur inspiratif di era sekarang.

Latar Belakang dan Pendidikan Fathul Wahid

Fathul Wahid lahir di Jepara, Jawa Tengah, pada 26 Januari 1974. Ia tumbuh di lingkungan desa dengan kehidupan sederhana.

Pendidikan dasarnya ditempuh di SD Negeri Teluk Wetan III Welahan, kemudian melanjutkan ke MTs Negeri Kudus, dan SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta.

Baca Juga: Nasib 7 Polisi Penabrak Ojol: Terancam Dipecat? Kompolnas Ungkap Potensi Pidana

Selepas SMA, ia diterima di Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Teknik Informatika dan lulus pada tahun 1997.

Kecintaannya pada dunia akademik membawanya untuk melanjutkan studi ke Norwegia, tepatnya di University of Agder. Di sana, ia berhasil meraih gelar Magister pada tahun 2003 dan Doktor pada tahun 2013.

Karier Akademik di Universitas Islam Indonesia

Sejak 1997, Fathul Wahid aktif sebagai dosen di Program Studi Teknik Informatika UII. Dari sinilah karier akademiknya berkembang. Ia pernah menjabat sebagai:

  • Sekretaris sekaligus Kepala Pusat Studi Kebijakan dan Pengembangan Teknologi Fakultas Teknologi Industri (1998–2000).
  • Kepala Laboratorium Sistem Informasi dan Rekayasa Perangkat Lunak (2004–2005).
  • Sekretaris Jurusan Teknik Informatika (2005–2006).
  • Dekan Fakultas Teknologi Industri (2006–2010), menjadi dekan termuda saat itu.
  • Kepala Badan Pengembangan Akademik (2014–2016).
  • Kepala Badan Sistem Informasi (2016–2018).

Puncak kariernya di kampus tercapai ketika ia dipercaya menjadi Rektor UII. Ia pertama kali menjabat untuk periode 2018–2022 dan kembali terpilih untuk periode kedua 2022–2026.

Di usianya yang relatif muda, ia berhasil memimpin salah satu universitas swasta tertua dan terbesar di Indonesia.

Kontribusi Akademik dan Riset

Fathul Wahid dikenal sebagai akademisi yang aktif meneliti dan menulis di bidang teknologi informasi, khususnya ICT for Development (ICT4D), e-Government, dan sistem informasi perusahaan.

Hasil risetnya banyak dimuat di jurnal internasional bereputasi. Ia juga terlibat sebagai editor di berbagai jurnal ilmiah serta menjadi pembicara dalam forum akademik internasional.

Dengan kontribusinya tersebut, ia tidak hanya memperkuat posisi UII di tingkat nasional, tetapi juga membawa nama universitas ke panggung global.

Rendah Hati: Menolak Penggunaan Gelar

Salah satu hal yang membuat sosok ini semakin dikenal adalah sikapnya yang menolak penggunaan gelar akademik di depan namanya. Meski resmi menyandang gelar profesor, ia meminta seluruh dokumen resmi kampus cukup menuliskan namanya sebagai “Fathul Wahid” tanpa tambahan gelar.

Bagi Fathul, gelar bukanlah sesuatu yang harus ditonjolkan. Menurutnya, yang terpenting adalah kontribusi nyata, bukan status akademik. Sikap ini menjadi simbol kesederhanaan sekaligus kritik halus terhadap budaya akademik yang terlalu mengagungkan gelar.

Viral dengan Pernyataan “Kita Semua adalah Affan Kurniawan”

Pernyataan sikap UII tentang tragedi wafatnya Affan Kurniawan menjadi titik balik yang membuat nama Fathul Wahid viral di media sosial.

Dengan kalimat “Kita Semua adalah Affan Kurniawan”, ia menegaskan bahwa penderitaan rakyat kecil adalah penderitaan bersama.

Dalam pernyataan itu, UII menekankan tujuh poin penting, di antaranya:

  1. Pemerintah harus lebih berpihak pada rakyat dan mendengarkan aspirasi mereka.
  2. DPR RI diminta menjalankan fungsi pengawasan secara adil.
  3. Aparat keamanan harus menghormati hak asasi manusia dalam menghadapi aksi demonstrasi.
  4. Masyarakat sipil diajak menjaga ruang demokrasi melalui aksi damai.
  5. Menolak segala bentuk anarkisme yang merugikan perjuangan rakyat.
  6. Mengingatkan akan bahaya penunggang politik yang memperkeruh keadaan.
  7. Menjadikan tragedi ini sebagai momentum solidaritas nasional.

Fathul Wahid adalah contoh nyata bahwa seorang pemimpin akademik bisa melampaui batas ruang kampus. Ia tidak hanya mengajar dan meneliti, tetapi juga berani bersuara ketika keadilan dipertaruhkan.

Dengan sikap sederhana yang tidak menonjolkan gelar profesor dan pernyataan lantang “Kita Semua adalah Affan Kurniawan”, Fathul Wahid menjadi simbol integritas, empati, dan keberanian moral di Indonesia.

Kontributor : Rishna Maulina Pratama

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?