- Mahfud MD mengaku sempat dihubungi seorang jenderal senior yang menawarinya posisi Menkopolkam menggantikan Budi Gunawan.
- Momen itu terjadi pada malam 7 September 2025, tepat menjelang pengumuman reshuffle kabinet Presiden Prabowo Subianto.
- Mahfud MD mengaku tidak langsung memberi jawaban. Ia menegaskan sudah memiliki standar etik dalam urusan jabatan di pemerintahan.
Suara.com - Mahfud MD membagikan kisah menarik baru-baru ini. Ia mengaku sempat dihubungi seorang jenderal senior yang menawarinya posisi Menkopolkam.
Menurut Mahfud MD, momen itu terjadi pada 7 September 2025 malam, tepat menjelang pengumuman reshuffle kabinet Presiden Prabowo Subianto.
Ia menuturkan mendapat telepon langsung dari seorang jenderal senior yang menanyakan keberadaannya dan memintanya segera ke Jakarta.
"Tanggal 7 September malam itu saya ditelepon, malam menjelang pengumuman reshuffle," kata Mahfud, dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD Official pada Selasa, 23 September 2025.
"'Pak Mahfud di mana?’, saya jawab, ‘Saya di Jogja’. Lalu dia bilang, ‘Ke sini saya ada perlu’,” sambungnya.
Namun, Mahfud MD baru bisa terbang ke Jakarta pada 9 September 2025 untuk bertemu sang jenderal, karena sebelumnya ia harus mengajar terlebih dulu.

"Saya bilang, ‘Saya di Jogja, Pak. Saya besok kuliah dulu’. Akhirnya baru tanggal 9 saya bertemu setelah pulang ke Jakarta,” beber Mahfud.
Dalam pertemuan itu, jenderal tersebut menyampaikan bahwa Menkopolhukam membutuhkan sosok yang bisa menjembatani TNI dan Polri.
"Dia bilang, ‘Pak Mahfud, ini Menkopolkam perlu orang yang bisa menjembatani TNI dan Polri, dan diskusi kami kecenderungannya ke Pak Mahfud’," ungkap Mahfud.
Baca Juga: Sebelum Kerusuhan Meletus, Mahfud MD Sebut Prabowo Tak Gubris Masukan Akademisi UGM: Udah Biarin Aja
Meski demikian, Mahfud MD mengaku tidak langsung memberi jawaban. Ia menegaskan sudah memiliki standar etik dalam urusan jabatan publik.
"Saya enggak jawab, karena apa? Karena saya dulu sudah menyatakan komitmen, standar etik saya. Jabatan di pemerintahan ini harus diduduki oleh mereka yang menang yang berkeringat secara politik, saya kan tidak," jelas Mahfud.
Eks Menkopulhukam ini turut menekankan apabila jabatan di pemerintahan seharusnya diisi oleh orang-orang yang berjuang dalam kontestasi politik.
"Ini standar etik. Etikanya itu yang menang, yang berkeringat untuk Pak Prabowo kan banyak, sedangkan saya berkeringat untuk diri saya sendiri," beber Mahfud.
"Saya enggak mungkin. Saya ingin masuk ke situ, enggak etis, kecuali nanti ada pembicaraan apa. Kalau memang di sana tidak ada sama sekali, baru ke saya, tapi kan banyak yang lebih hebat dari saya di sana," sambungnya.
Ia juga menilai tidak pantas bila dirinya langsung menerima tawaran jabatan tersebut. Di sisi lain, menolak secara tegas pun terasa sulit baginya.